Madinah kota penuh berkah, kota yang kemakmurannya bekat doa Nabi SAW. Maka kalau sedang berada di Madinah, saya sarankan usahakan berlama-lama di Masjid Nabawi.
Masjid Nabawi Masjid  Klangenan Ati
Masih terekam jelas diingatan, ketika saya berkesempatan umroh beberapa tahun silam. Kala itu saya lebih memilih tidur di Masjid (baik di Madinah maupun Mekah), dibandingkan tidur di kamar hotel.
Sampai-sampai Mutawif sempat komplain, mengingat saya jarang angkat telepon saat dibangunkan malam untuk Tahajud.
"Ustad, saya tidurnya di masjid"
Untung mutawif seumuran adik saya ini sangat paham, dan sejak saat itu saya tidak pernah dicari-cari keberadaan ketika malam tiba.
Larut malam di pelataran Nabawi, saya merebahkan diri memandangi langit Madinah. Pikiran melayang untuk kilas balik, membayangkan sekian abad silam di tempat yang sama.
Saya membayangkan umat islam permulaan, menurut saya begitu beruntung karena bisa bertemu langsung dengan manusia pilihan. Saya membayangkan para sahabat setia, sebegitu setia dan membela Nabi SAW.
"Sesungguhnya aku akan pergi bertemu Allah (meninggal dunia). Dan sebelum aku pergi, aku ingin menyelesaikan segala urusan dengan manusia. Maka aku ingin bertanya kepada kalian semua. Adakah aku berhutang dengan kalian? Aku ingin menyelesaikan hutang tersebut. Karena aku tidak mau jika bertemu dengan Alloh dalam keadaan berhutang kepada manusia"
Akasyah bangkit dan menyahut, "Ya Rasulullah aku ingin sampaikan, seandainya ini dianggap utang maka aku ingin selesaikan, tetapi apabila tidak, tidak perlulah berbuat apa-apa. Aku masih ingat ketika perang uhud dulu, engkau menunggang kuda lalu engkau pukulkan cemeti ke belakang kuda . Tetapi cemeti itu terkena pada dadaku, ketika aku berdiri di sebelah kuda".
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!