Pandemi ini ternyata membawa hikmah, di antaranya saya punya keleluasaan waktu di rumah. Dan daripada waktu terbuang, saya mengisinya dengan belajar. Di antaranya mengikuti kajian secara online, menyimak tausiyah para ahli ilmu.
Kebiasaan baru ini telah menyadarkan saya, betapa diri ini masih sangat fakir ilmu dan tipis iman. Di usia yang sudah paruh baya, betapa banyak waktu telah disia-siakan.
Termasuk soal memaknai makan, saya keterlaluan salah kaprahnya. Kalau menurut tuntunan agama, bahwa tujuan makan untuk menegakkan tulang sulbi (agar tegak beribadah).
Makan yang sesuai syariat mengikuti tuntunan Nabi, yaitu makan setelah lapar dan berhenti sebelum kenyang. Kalau teladan demikian diikuti, niscaya jasmani menjadi sehat dan mendukung rohani yang sehat juga.
Niat dan cara makan saya sangat jauh melenceng, lebih banyak menuruti hawa nafsu. Makan tanpa pilih dan pilah, semua yang ada di hadapan langsung disantap. Tidak peduli dibulan suci Ramadan, demi makan dan minum sampai mengabaikan keutamaan ibadah.
Maka tak heran jika hasil akhir tak sesuai keinginan, selepas bulan puasa berat badan naik drastis. Saya pernah terkena sakit yang membuat badan kepayahan, dan yang menyebabkan adalah kelebihan berat badan.
Maka Ramadan tahun ini, saya musti berubah!
Menyambut Ramadan dengan Meluruskan Niat
Sebentar lagi bulan dinanti umat muslim tiba, besar harapan usia kita disampaikan---Amin. Senyampang masih diberi kesempatan, mari benar-benar kita jalankan ibadah dengan khusyu.
Memperpanjang sujud dibanding hari-hari biasanya, tidak hanya ibadah yang wajib tetapi ditambah yang sunnah. Bacaan Quran dibenahi secara rutin, memasang target khatam selama Ramadan.
Hubungan dengan orangtua, saudara, kerabat, tetangga, dan teman diperbaharui, agar siap lahir menjadi pribadi baru yang lebih baik. Pun menyoal makan dan minum, ini musti diperhatikan sungguh-sungguh.