Sependek pengalaman saya, (sebenarnya) banyak manfaat bisa dipetik dari berkomunitas.
Melalui komunitas, siapapun punya kemungkinan untuk merealisasikan gagasan. Dengan berkomunitas pula, setiap anggotanya bisa mengembangkan potensi diri. Tapi berkembang tidaknya individu di komunitas, sepenuhnya terpulang pada si individu itu sendiri.
.
Sejak berseragam biru putih, saya mulai berkenalan dengan organisasi. Kala itu ditunjuk menjadi pengurus OSIS, sebuah prestise yang tidak didapati oleh setiap siswa (begitu kesan saya tangkap). Nyaris di semua kegiatan sekolah, nama saya tercantum sebagai panitia.
Ketika susunan panitia di pasang di papan pengumuman, rasanya rongga dada ini mendadak penuh sesak. Meskipun sejatinya, di OSIS peran saya tidak lebih sebagai penggembira saja.
Ketika ada acara perpisahan, idul qurban dan sebagainya, saya ada di sie perlengkapan. Sebelum dan sesudah kegiatan, tugas saya bagian angkat angkat meja kursi dan urusan per-otot-an :) .
Meskipun saat berangkat dari rumah, dadanan terlihat rapi memakai dasi, baju putih, celana hitam dan sepatu kulit (kalau diingat-ingat, seperti peladen di kondangan---hehehe).
Suara saya didengar, bahkan cukup punya peran penting di beberapa kegiatan. Meskipun saya tidak bisa terlalu aktif, karena kuliah nyambi bekerja.
Selepas kuliah, kegiatan berkomunitas tidak serta merta berhenti. Dengan beberapa teman di Surabaya, pernah menginisiasi kegiatan berkaitan dengan pemulung.
Pun di Kompasiana..
-------
Saya mulai membuat akun dan menulis di Kompasiana, pada bulan April 2014. Bekerja sebagai marketing freelancer, membuat saya punya keleluasaan mengatur waktu.
Banyak kegiatan offline di Kompasiana, akhirnya bisa saya ikuti. Di masa seringnya kegiatan Kompasiana Nangkring, nama saya kerap ada di antara daftar peserta.
Setelah kenal dengan salah satu admin Kompasiana, tahun 2015 diminta membantu menggawangi KOMiK (Komunitas Pecinta Film) .
Pada tahun 2019, kaki ini ada di dua Komunitas, yaitu KOMiK (sebagai admin tidak terlalu aktif) dan Ketapels (Kompasianers Tangerang Selatan Plus).
Baru tahun 2020, saya fokus sebagai pengurus Ketapels. Kemudian pada bulan Juni 2020, ditunjuk (baca: dipaksa-hehehehe) sebagai Ketuanya.
Belajar Berjiwa Besar dan Mau Mengalah Melalui Komunitas
Suasana berkomunitas di manapun, (menurut saya) nyaris tidak terlalu jauh beda. Sang pencetus ide, idealnya dia yang memiliki peran dominan.
Apalagi pada komunitas baru, setiap kegiatan (boleh dikata) dilakukan seperti kerja bakti. Karena biasanya non profit, maka berlanjut tidaknya kegiatan (di komunitas) tergantung si pemilik gagasan.
Tetapi di sisi lain, saya mengambil hikmah melalui komunitas. Betapa bisa membuka kesempatan, melatih berjiwa besar dan mau mengalah.
Begitulah dinamika berkomunitas, pahit dan getir adalah batu ujian yang membuat sikap dan wawasan pelakunya terasah. Tetapi yakinlah, bahwa tidak ada yang sia-sia di semesta, apabila setiap kegiatan dilakukan dengan sungguh dan senang hati.
Saya pernah menyimak sebuah kajian, tanda apa yang kita kerjakan ada manfaatnya.
Bagi si pelaku ditumbuhkan sikap, terpacu untuk membuat kegiatan lagi dan lagi. Setiap melihat orang lain bahagia, atas apa yang telah dilakukan. Seketika memotivasinya, berusaha berbuat yang lebih baik.
"Khairunnas Anfa Uhum Linnas", sebaik- baik manusia adalah yang banyak manfaatnya.
Berkomunitas pasti ada suka dan duka, maka perlu dibarengi dengan komitmen. Berkomunitas adalah kesempatan, belajar berjiwa besar dan mau mengalah.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H