#JumatBerkah sehat selalu dan salam sukses.
Kompasianers, perhatikan di lingkungan sekililing kita. Saban hari, pintu menuju kebaikan itu, terbuka dan tersebar di mana-mana.
Sering kita temui kotak amal pembangunan sarana prasarana peribadahan, kemudian kotak amal untuk anak yatim, donasi ini dan itu untuk membantu saudara.
Banyak jalan kebaikan, yang dengan mudah dijangkau dan ditunaikan. Â Baik yang receh sampai besar, baik yang cash maupun transfer.
Dan kita diberi kebebasan seluasnya, dalam memberikan reaksi melihat hal ini (jalan kebaikan), tidak ada paksaan atau keharusan untuk merespon ajakan tersebut.
Bisa saja, ada sebagian dari kita memilih abai atau tak peduli. Dengan dalih banyak penipuan terjadi, mengatas namakan donasi atau sumbangan atau sedekah.
Atau mungkin Kompasianer punya pengalaman pribadi, mendapati atau berurusan dengan panitia donasi yang tidak amanah.
Pernah beredar kabar, seorang pengemis yang diamankan Satpol PP, ternyata membawa uang puluhan juta rupiah.
Kemudian ada media yang mencoba menelisik asal si pengemis, ketika didatangi kampung halamannya si pengemis punya rumah megah.
Niat berdonasipun (baca berbuat kebaikan) ternyata tidak selalu mulus, banyak aral rintangan yang membuat benak ini naik turun
Dan semua kembali pada diri sendiri, berdonasi atau tidak semua terserah keputusan masing-masing orang.
------
Beberapa waktu lalu (ketika pandemi merebak), saya lewat di jalan yang sama dan ternyata masjid sudah berdiri dengan megahnya.
Sontak terbersit penyesalan, betapa tanpa atau dengan saya ikut berdonasipun, nyatanya pembangunan tetap berjalan dengan lancar.
Bahkan tidak hanya bangunan utama, sampai pagar, tempat wudhu sampai tempat penitipan sandal tampak sangat keren.
Hal yang serupa terjadi, dengan masjid yang ada di kampung halaman saya. Di desa yang roda perekonomian tak secepat kota besar, warga bergotong royong menyelesaikan pembangunan masjid.
Sekali lagi saya tersadarkan, bahwa kebaikan tetaplah menemukan jalan, dengan atau tanpa kita ikut serta mengambil barisan di dalamnya.
Kesempatan Berbuat Baik Tak Ubahnya seperti Rejeki
Saya terkesan dengan tausiyah ustad ternama, beliau menyampaikan dalam sebuah majelis, bahwa pintu berbuat baik itu ternyata mirip dengan pintu rejeki.
Kebaikan ibarat tunas pada sebatang pohon, yang kalau dirawat akan punya kemungkinan tumbuh dan berbuah pada waktunya.
Kalau kita tidak mau merawat maka akan ada orang lain yang merawat, sehingga buah dari pohon itu akan menjaddi hak orang lain.
Sang ustad mencontohkan lagi, misalnya ada lowongan pekerjaan untuk tenaga kasar (katakan) tukang angkat -- angkat beras atau penggali kubur.
Dengan atau tanpa kita tertarik dengan pekerjaan ini, pasti akan ada orang lain yang mengambil kesempatan pada pekerjaan tersebut.
Mungkin ada sebagian kita berpendapat, donasi atau bersedekah justru membuang uang. Karena uang yang semestinya untuk membeli ini dan itu, harus direlakan untuk pihak lain.
Bahwa uang yang dipunyai sebaiknya disimpan, agar bisa untuk berjaga jaga guna memenuhi kebutuhan di kemudian hari.
Sedekah atau berdonasi secara kasat mata, memang membuat uang kita berkurang, membuat tabungan kita berpindah tangan.
Berbuat baik tak bisa dihitung dengan logika atau nalar, karena perliaku kebaikan (biasanya) digerakkan oleh sanubari.
Entah bagaimana algoritmanya, orang yang ringan dalam kebaikan, biasanya akan menemui jalan  rahasia dalam menghadapi kesulitan di depannya.
Kesempatan berbuat baik seperti halnya rejeki (berupa materi), keduanya seperti punya benang merah yang bertalian.
Kesempatan berbuat baik, memang tak ubahnya seperti pintu rejeki, Kalau tidak kita ambil kesempatan itu, dijamin akan ada orang lain yang mengambil.
#JumatBerkah semoga bermanfaat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H