Jadi jangan kaget, kalau di novel ini tersebut nama Raden Tomo (sebutan Dr Sutomo), Wardi (panggilan Suwardi Suryaningrat atau Ki Hajar Dewantoro), Cipto (alias Tjipto Mangunkusumo) dan Douwes Decker.
Saya pernah, setelah membaca Bumi Manusia langsung lompat ke "Rumah Kaca" (karena belum punya dua novel sambungan). Rasanya ada episode yang terpotong, dan susah menemukan benang merah cerita.
Apalagi ketika tiba-tiba mendapati karakter Pengamanann, yang tahu kehidupan Minke dan memusuhi sampai mengasingkan Minke ke Ambon. Kala itu saya bertambah bingung, dan semakin tidak paham.
Maka begitu dua buku (Anak Semua Bangsa dan Jejak Langkah) saya miliki dan dibaca, akhirnya Rumah Kaca dibaca ulang.
Membaca buku ini, saya seperti diajak berkelana pada suasana masa kebangkitan. Sebagian pemuda pribumi memiliki semangat nasionalisme, sementara sebagian lain masih bangga dengan gaya eropa dan kebarat-baratan.
Fenomena ini, saya rasa masih berlaku sampai sekarang (nyaris) 75 tahun di masa kemerdekaan. Banyak pemuda masa kini, yang cenderung bangga dengan budaya kebarat-baratan.
Era anak-anak beranjak besar, lebih tertarik dengan K-POP dan merasa lebih keren ketika mahir berbahasa english. Saya meyakini, bahwa setiap jaman memiliki tantangan sendiri-sendiri.
Sementara esesnsinya nilai yang dikedepankan tetaplah sama, yaitu bahwa kita musti tetap bangga sebagai bangsa, dan tetap berkarya terbaik demi tanah pertiwi.
Cinta tanah air merupakan salah satu indikasi keimanan seseorang, kalimat ini bisa dijadikan triger untuk memanfaatkan bulan suci Ramadan ini sebagai ajang penggemblengan.