Sesudah si nenek (pemilik rumah lama) beranjak, segera kami masuk dan membersihkan rumah dengan peralatan yang kami bawa.
Debu menempel di lantai, di kaca jendela, di langit-langit. Belum lagi binantang kecil, seperti kecoa, cicak, semut dan curut sesekali muncul kemudian lari ngibrit dan ngumpet. Di mana-mana basah, karena saya membersihkan dengan cara menyiram dengan slang.
"Waalaikumsalam" kami menjawab serentak.
Seketika, saya, istri dan ibu mertua beranjak keluar, tak ketinggalan jagoan yang masih kecil ikut ngintili. Bersama menengok, siapa yang bertamu.
Rasanya sangat aneh, baru saja masuk rumah  baru (tapi lama) sudah ada tamu berkunjung.
Perempuan usia di atas 30-an berdiri di dekat pagar, dengan membawa baki dan di atasnya terdapat empat mug dengan dilindungi penutup gelasnya.
"Buk, ini teh anget dari ibu"
Belum kami tanggapi, perempuan ini berjalan ke arah kami. Dengan cekatan meletakkan baki di meja kecil di teras. Setelah kami mengucapkan terimakasih, (di kemudian hari kami tahu namanya) dia adalah mpok Ijah pembantu di rumah depan kami.
Sejak hari pertama kepindahan kami, tetangga depan rumah masuk daftar orang baik di hati kami. Setelah kejadian teh anget, berlanjut ke hantaran berikutnya dan berikutnya.
Kalau ada acara keluarga atau pulang dari bepergian, tetangga kerap membawa oleh-oleh dan dikirim ke rumah.