-------
Ramadan tahun ini, saya merasakan sedihnya. Tidak bisa taraweh, tidak bisa mengikuti kajian subuh di masjid. Dan sangat mungkin, masjid tidak mengadakan itiqah di sepuluh malam terakhir Ramadan.
Pun ketika Mas Adica berkisah, bahwa Waisak tahun ini tidak bisa pergi beribadah ke Wihara. Saya yakin, perasaan yang sama (saya sedih tidak ke masjid) berkecamuk di dadanya.
"saya biasanya pergi ke wihara" tulisnya melalui WhatsApp
Saya membayangkan, kesyahduan ibadah di tempat peribadatan. Suasana terbangun sedemikian khusyu, karena melakukan ibadah secara berjamaah (atau bersama).
Saya pernah menyimak tausiyah Ustad, bahwa untaian doa yang diaminkan oleh lebih dari 40 orang, sangat memungkinkan untuk membuka pintu langit.
Peribadatan Waisak, diisi dengan kebaktian Waisak, dilanjutkan pembacaan Paritta (kumpulan doa berisi ajaran Budha), kemudian diadakan meditasi, dan menyanyikan lagu waisak.
Saya pernah ikut meditasi dalam sebuah kelas yoga, menelusup perasaan damai dan tenang, hadir dan saya rasakan di kalbu.
Kemudian selepas serangkaiian peribadatan waisak selesai, diakhiri dengan bersalam-salaman dan mengucapkan "Selamat Waisak". Persis seperti halal bihalal, yang dilakukan umat muslim.
"Perayaan Waisak tahun ini, dilaksanakan di rumah masing masing" lanjutnya.