Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Wis Ra Popo, Lebaran Nggak Usah Mudik"

4 April 2020   21:04 Diperbarui: 5 April 2020   20:28 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Gimana bocah-bocah, sehat semua to, mana aku pengin lihat,"

Sejak merebak virus Corona, ibuku di kampung lumayan sering berkomunikasi dengan anak bungsunya. Seminggu bisa tiga empat kali, itupun dengan durasi cukup lama. Dan biasanya beliau, berinisiatif menghubungi lebih dulu.

Melalui sambungan video call, wajah ibu memenuhi layar smartphone. Kemudian dua cucu dan mantunya dipandangi, sembari bertanya kabar dan perkembangan.

"Cucuku wis gede yo,"

Tiga bulan lalu, jangankan telepon, japri-nan saja ibu sangat enggan. 

Android baru dibelikan cucu yang bekerja di Surabaya, lebih kerap digeletakkan dan dianggurin saja di buffet.

"Kamu itu, apa nggak punya pulsa to" suara setengah membentak mengagetkan. 

Saya yang sudah biasa nelpon seminggu satu atau dua kali, jadi serba salah. Dengan tak ada pilihan, mendadak kena semprot dan dibilang jarang telpon.

Setelah kujelaskan alasannya, tetap ibu mengelak. Maka aku memberi solusi, kalau sewaktu-waktu kangen cucu, ibu bisa menelepon duluan.

"Aku, bisanya cuma nrima telepon" 

Jawaban pamungkas itu, membuatku tak punya kalimat untuk membalikkan.

Melihat perubahan belakangan, aku dibuat penasaran kenapa ibu sedemikian kerap menghubungi. Usut punya usut, cucu (anak dari kakak nomor empat yang kuliah di Ponorogo) ternyata sedang ada di rumah.

Dan ibu minta diajari terkait android, meski baru sebatas untuk menelpon, video call, dan menutup telepon.

Lebaran Gak Usah Mudik

Kabar terakhir tentang Magetan -- kampung halaman yang seperempat abad lebih kutinggalkan--, masuk zona merah Covid-19. Akses ke kota kecil ini ditutup, sehingga tak bebas warga bepergian, apalagi sampai ke luar kota atau antar provinsi.

Melalui WA Group teman SMA tersiar kabar, ada satu kawan semasa SMA yang beda kelas dinyatakan positif Corona.

Rupanya teman lama ini (aku juga tidak terlalu kenal), berinteraksi dengan saudaranya (dari Solo) yang dinyatakan positif Corona.

Sebagai sesama alumni, kami turut berduka dan ada yang mengkoordinir untuk patungan guna meringankan beban.

Saat- saat seperti sekarang, betapa kebersamaan dan gotong royong diuji. Meskipun sama susah, tak ada salahnya menyisihkan sedikit dimiliki.

Melihat perkembangan wabah ini, rencana reuni selepas lebaran ditangguhkan. Pun sekedar ngumpul berkangen-kangenan, urung dilaksanakan. Kami semua sama-sama maklum, bahwa keadaan tidak bisa dipaksakan.

suasana kampung halaman-dokpri
suasana kampung halaman-dokpri
-------

"Wis Ra popo, Lebaran ra usah mudik" ujar ibu saat video call.

Ibu, adalah orang pertama, menjadi alasanku selalu mudik saban hari raya. Khusus lebaran tahun ini, beliau telah memberi dispensasi kepada anaknya yang merantau.

Saya yang sudah membeli tiket kereta jauh-jauh hari, dengan berat hati membatalkan, demi kebaikan semua pihak.

Tahun ini, mudik tidak sesederhana dibayangkan. Mulai berangkat dari stasiun, kita akan berurusan dan bersinggungan dengan banyak orang.

di kereta -dokpri
di kereta -dokpri
Di dalam kereta sepanjang perjalanan, barang-barang bertumpuk di kabin, sebagian ditaruh di lantai bersisihan dengan kursi.

Bayangkan, tangan kita, bagian tubuh kita, baju celana yang kita pakai, koper, tas tenteng, sampai tas plastik yang kita bawa. Besi peyangga di kereta, kran dan wastafel di toilet kereta, pintu, kursi, jendela dan jengkal jengkal ruang di sepanjang gerbong.

Semua tempat kasat dan tak kasat mata, sangat mungkin menjadi tempat ditempeli virus, kemudian tanpa sengaja kita pegang. Sambil terkantuk-kantuk di perjalanan ke kota dituju, tangan ini mengusap dahi, mengucek mata, mengelap iler dan setersunya dan seterusnya.

Oke, mungkin sebagai orang muda, daya tahan tubuh kita kuat sehingga virus kalah. Tetapi siapa bisa menjamin, orang yang berinteraksi dengan kita, memiliki imun yang sama.

Kemudian sampai di kampung, kita bersilaturahmi dengan para sepuh. Apa kalian bisa menjamin, mereka di usia rentan daya tahan tubuhnya sedang bagus.

foto bersama keluarga besar di kampung-dokpri
foto bersama keluarga besar di kampung-dokpri
Kalimat ibu, "Wis, Ra popo, Lebaran ra usah mudik", bukan berarti menolak anaknya pulang. Tetapi sebuah sikap bijaksana, yang ujungnya demi kebaikan semua. 

Urusan silaturahmi lebaran, ibu seketika menyediakan solusinya, yaitu melalui video call di android yang lama nganggur itu. "Beres to" imbuh ibu.

------

Eits, tunggu dulu, #TidakMudik berarti kita tetap di tanah rantau. Tetapi kita musti tetap menahan diri, untuk #TidakPiknik demi memutus rantai penyebaran Covid-19.

Sebagai manusia beragama, mari kita berupaya semaksimal kita bisa. Tak putus berharap dan selalu melangitkan doa, menjaga hati agar selalu baik prasangka.

Semoga wabah yang telah menghilangkan sekian ratus nyawa manusia, segera berakhir dan kita kembali seperti sediakala.

Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun