Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pada Saatnya Tangisan Bombay Itu Akan Menjelma Syukur

29 Maret 2020   07:07 Diperbarui: 29 Maret 2020   20:51 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jangan biarkan hal demikian berlarut-larut, karena sunatullah tetap berlaku sesuai porsinya. Menjadi kesempatan setiap orang, mengais hikmah sesuai kapasitasnya sendiri | Sumber gambar ; Nakita.Grid.ID.

Kompasianer's, salam sehat selalu dan terus semangat ya. Tak terasa genap dua minggu, kita (tepatnya saya sih) tinggal dan bekerja dari rumah. Sebagai freelancer, (untungnya) saya punya keleluasaan mengatur waktu bekerja.

Selama melakukan isolasi mandiri (bareng istri dan anak-anak),  jujur saja emosi ini  dibuat naik turun. Kadang muncul perasaan legowo dan ikhlas, atau tiba-tiba menyeruak protes dan enggan berdamai dengan keadaan.

Apakah degan penyikapan, semua kondisi drastis berubah?  NO.

Sunatulloh (hukam alam) atas sesuatu hal tetaplah berlaku pada jalurnya, sebagaimana kodrat yang telah ditentukan keberadaanya.

Suka atau tidak suka, senang atau membenci, menerima atau menyangkal, memahami atau masa bodo, berlapang dada atau melakukan perlawanan.

Semua tidak ada membawa pengaruh, karena semua berjalan sebagaimana mustinya dan yang terjadi musti terjadi.  TITIK.

Moment seperti ini, sesungguhnya memberi kesempatan kita semua, melakukan introspeksi lebih mendalam, pun kesempatan membenahi diri sendiri.

------

Empat belas hari tentu bukan sebentar, sebagian besar waktu dihabiskan terkungkung di dalam rumah. Hiburan mendominasi, adalah gawai dengan segala aplikasi penghubung pertemanan.

Melalui grup chatting, timbul perasaan senasib sepenanggungan, kemudian bersama mencipta gelak canda, mengisi ruang sunyi dengan saling menghibur dan menguatkan.

Meski sejatinya dibilik benak, kami berusaha keras menyimpan kegalauan masing-masing, dengan cara menggali memori bersinggungan antara satu dengan yang lain.

Sesekali ada yang nyeletuk, "Duh, seperti mimpi ya" ,"Tempatku, dah mirip seperti kota mati", "Jalananan lengang, seperti tidak ada kehidupan"

Bersaut-sautan melalui chatting menyaut, nomor nomor WA bergantian berbagi kabar. Pedih dan perih sesekali mengemuka, menumbuhkan hikmah mendalam.

"Kita pasti kuat, karena melalui semuanya bersama-sama", "Jaman Rasulullah, hal demikian (wabah demam) pernah terjadi", "Menilik kisah masa lalu, nestapa ini pasti berlalu"

Chatting dari member di nomor lain, mencoba menghapus pesimis menjadi optimis, membasuh duka dengan keyakinan yang terkuatkan.

Rasa bosanpun (tak dipungkiri) mulai mengusik, dua kaki tak sabar beranjak pergi, pengin segera kembali ke kehidupan normal seperti sediakala.

Banyak diantara kita, ingin segera menyambut pagi sebagaimana biasanya. Bergegas mengejar jadwal kereta atau bus Transjakarta, menembus macet sembari terkantuk karena kurang tidur.

Sungguh perjuangan hidup yang keras itu, rutinitas kesehatian yang kadang tanpa sadar kita keluhkan. Ternyata menjadi kegiatan yang teramat istimewa, dan kini berangsur menjadi hal-hal yang sangat dirindukan.

Tapi apa daya, masa itu belum saatnya tiba.

Tangisan Bombay Itu, Pada Saatnya Kan Menjelma Syukur

WA group keluarga yang biasanya cenderung sepi, kini berubah lebih hidup dan semarak. Kami antar saudara, lebih intens berkomunikasi dan berbagi kabar.

Kami mengenang apa saja yang pernah dilalui, sampai hal remeh temeh dan terkesan sepele, sembari mengeratkan tali persaudaraan terjalin.

illustrasi-dokpri
illustrasi-dokpri
"gimana ya, kalau kakak X masih ada," celetuk salah satu saudara.

Otak kami seperti diajak mengingat mundur, tentang kenangan  bersama nama yang baru disebutkan dan telah berpulang ke alam baqa  satu tahun lalu.

Sebagai saudara kami lumayan hapal kebiasaannya, kakak X  sangat mudah tersulut panik dan berujung stres kalau menghadapi satu permasalahan.

Dan kalau sudah stres, penyakit menahun yang diderita mendadak kambuh dan seisi rumah menjadi kalut dan kalang kabut

Masih terekam jelas di ingatan saya, ketika pagi belum sempurna, langit subuh hendak menjelang dan kabar perihal kepergian saudara kami tercinta tersiarkan.

Hati ini begitu gelisah, keriuhan kecil di WA keluarga menyibukkan kami tentang koordinasi dan berbagi tugas untuk teknis kepulangan dari rumah sakit.

Tangisan bombay tak bisa dielakkan, ketika mobil jenasah merapat ke pintu gerbang depan rumah, disambut berjajar kerabat, handai taulan dan para tetangga.

Kami kakak beradik luluh dalam duka mendalam, hanyut dalam prosesi pemakaman tabur bunga, kemudian mengirim doa bersama tetangga sekitar dalam tahlil selama sepekan.

suasana tahlilan- dokpri
suasana tahlilan- dokpri
-------

Di situasi dan kondisi seperti belakangan ini, terbersit di benak saya tentang rasa syukur, perihal kepergian kakak X setahun silam.

Bahwa kepergian saudara kami tercinta adalah takdir itu tak dipungkiri, tetapi penerimaan dan hikmah dibalik semua itu, ternyata baru saya sadari sekarang.

Di WAG keluarga, kami mengingat kejadian tentang tangisan bombay saat penyambutan jenasah. Dan air mata itu, ternyata di kemudian hari berubah menjadi hikmah dan syukur.

Maka tentang takdir wabah corona yang saat ini merebak, mari kita semua berupaya menggali hikmah dan keyakinan tentang hal baik di kemudian hari.

Pedih terasa memang, ketika sejumlah proyek pekerjaan tertunda, ketika sejumlah rencana traveling dan bepergian urung dijalankan.

Tetapi jangan biarkan hal demikian berlarut-larut, karena sunatullah tetap berlaku sesuai porsinya. Dan menjadi kesempatan setiap orang, mengais hikmah sesuai kapasitasnya sendiri-sendiri.

Saya belajar dari kisah berpulangnya saudara tercinta. Betapa tangisan bombay setahun yang lalu itu, ternyata pada saatnya menjelma syukur. Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun