Sesekali ada yang nyeletuk, "Duh, seperti mimpi ya" ,"Tempatku, dah mirip seperti kota mati", "Jalananan lengang, seperti tidak ada kehidupan"
Bersaut-sautan melalui chatting menyaut, nomor nomor WA bergantian berbagi kabar. Pedih dan perih sesekali mengemuka, menumbuhkan hikmah mendalam.
"Kita pasti kuat, karena melalui semuanya bersama-sama", "Jaman Rasulullah, hal demikian (wabah demam) pernah terjadi", "Menilik kisah masa lalu, nestapa ini pasti berlalu"
Chatting dari member di nomor lain, mencoba menghapus pesimis menjadi optimis, membasuh duka dengan keyakinan yang terkuatkan.
Rasa bosanpun (tak dipungkiri) mulai mengusik, dua kaki tak sabar beranjak pergi, pengin segera kembali ke kehidupan normal seperti sediakala.
Banyak diantara kita, ingin segera menyambut pagi sebagaimana biasanya. Bergegas mengejar jadwal kereta atau bus Transjakarta, menembus macet sembari terkantuk karena kurang tidur.
Sungguh perjuangan hidup yang keras itu, rutinitas kesehatian yang kadang tanpa sadar kita keluhkan. Ternyata menjadi kegiatan yang teramat istimewa, dan kini berangsur menjadi hal-hal yang sangat dirindukan.
Tapi apa daya, masa itu belum saatnya tiba.
Tangisan Bombay Itu, Pada Saatnya Kan Menjelma Syukur
WA group keluarga yang biasanya cenderung sepi, kini berubah lebih hidup dan semarak. Kami antar saudara, lebih intens berkomunikasi dan berbagi kabar.
Kami mengenang apa saja yang pernah dilalui, sampai hal remeh temeh dan terkesan sepele, sembari mengeratkan tali persaudaraan terjalin.