Hayo ngaku. Siapa yang pernah ngerasa males ngantor. Pagi hari hujan turun dengan lebat, udara di luar begitu dingin menusuk tulang, rasanya badan dan kaki makin malas beranjak. Kitanya sudah siap dan rapi, sudah ngeteh atau ngopi sambil scrolling medsos atau WA.
Dalam hati berharap sangat, bahwa hari itu adalah akhir pekan. Biar tidak usah menembus deras, biar tak perlu bergegas ke halte atau stasiun terdekat.
Tau-tau, jarum jam menunjuk di angka setengah tujuh. Kalau diundur lima sepuluh menit saja untuk berangkat, maka dijamin sampai tempat kerja pasti telat. Efeknya, kartu absen berwarna merah (bisa saja mengurangi jatah uang transport), kinerja bulan itu menurun dan mempengaruhi performa.
Atas banyak pertimbangan yang berseliweran di benak, seberat apapun keadaan, toh akhirnya kita tetap mengayunkan langkah.
Berbagai cara bisa diterapkan, untuk menghalau hambatan berangkat kerja, yaitu dengan memakai jas hujan atau payung, minta diantar atau pesan Ojol. Pada dasarnya, kita sangat sanggup menanggalkan semua keengganan.
Tanggung jawab kehidupan yang lebih besar, mampu menggerakkan kekuatan dari dalam diri sehingga tak gentar dengan dingin dan hujan.
Kita sangat terbiasa menghadapi ketidakenakan, di kepala ini tersedia banyak cara untuk menghalau permasalahan.
--------
Saya masih ingat, ada satu episode di serial ini tentang kota mati. Kala itu (seingat saya) aktivitas warga terhenti, penduduk dibuat tidak sadarkan diri (kalau nggak salah karena zat kimia tertentu atau apa gitu).
Tiga detektif terselamatkan, melacak ada apa dibalik kejadian aneh ini. Yang masih nempel di otak sampai sekarang, adalah adegan ketika Purdey melintasi pusat pertokoan, kemudian para pelayan pingsan.