"Pokoknya, itu bapak pengin jadi juragan jeruk," celetuk tetangga.
Memang tidak serta merta keinginan itu muncul, mengingat kiprahnya di bidang pertanian tidak sebentar. Tetapi untuk komoditas jeruk, bisa dibilang belum terlalu berpengalaman.
Berbekal perhitungan dan instingnya (yang diyakini kuat), dia optimis tidak genap duabelas bulan uang yang diinvestasikan akan kembali berlipat-lipat.
Untuk mewujudkan gagasan itu, sejumlah uang dalam nominal besar dipinjam dari sebuah bank ternama. Segala sarana prasarana untuk penanaman dipersiapkan, mulai dari bibit, pupuk, perlengkapan dan segala hal terkait perawatan tanaman.
Satu dua bulan masih berjalan normal, dan semua perkembangan on the track. Optimisme yang dipupuk semakin membumbung, seirama bertumbuhnya tunas-tunas pohon jeruk.
Tetapi baru setengah jalan, tampak ada kejanggalan pada lahan perkebunan jeruk kebanggan ini. Nyaris semua tanaman diserang hama, terjadi pembusukan pada pangkal batang, disebabkan jamur  phytophthora spp, diplodia, embun tepung dan embun jelaga.
Belum sampai 36 minggu masa panen jeruk dinanti tiba, hama berhasil memupuskan asa si bapak yang tertumpu di atas sekian hektare lahan.
Benar kata pepatah, manusia hanya sebatas berusaha sedang Tuhan Maha Menentukan. Semua kalkukasl diawal berantakan, membuat empunya kalang kabut tak ketulungan.
Perawakannya yang semula tegap, perlahan lahan menyusut menjadi kecil dan ringkih, wajah sangarnya, kini mengesankan jauh lebih tua dari usia sebenarnya.
Saya bisa mengatakan demikian, setelah membandingkan dengan ibu saya (73 tahun), yang justru lebih gesit dan lincah dibanding bapak merana.