Pagi belum begitu sempurna, titik embun masih menempel di pucuk rerumputan. Langkah tegap lelaki perkasa itu terayunkan, rela beranjak dari empuk kasur membelah lelap di sudut jalanan.
Saya bersitatap dengan para ayah sejati, ketika waktu subuh baru saja memanggil. Mereka yang menjemput hari dengan siap berpeluh, adalah mereka yang telah menjalani fitrah itu.
Wangi sabun mandi dan pengharum badan sontak menguap, berbaur keringat yang menyembul di pori-pori pada pagi yang belum sepenuhnya pengap.
Apalah berat kami (para ayah) menjalani ? berat dan tidak berat, tidak lebih dari soal mengelola pikiran dan perasaan. Karena menyerap energi keayahan, seperti menggandakan semangat menjalani tantangan
Ya, kami para suami, ada yang pergi saat gelap dan pulang setelah larut. Melewatkan detik demi detik, bersama gegas dan hiruk pikuk di jalanan.
Bahwa memeras keringat, sudah bukan lagi tentang kepuasan diri sendiri, tetapi demi menyambung senyum dan meredam tangis orang-orang dikasihi.
Bahwa menjalani segala jerih dan gigih adalah menabung masa depan yang lebih baik demi anak-anak yang kepada mereka dilambungkan pengharapan.
Semogalah, ketangguhan yang kalian (para ayah) upayakan sekuat tenaga dan air mata, akan menjadi saksi dan bukti tentang kesungguhan.
Di hadapan Sang Penguasa Kehidupan, kalian telah membuktikan berusaha menjalani peran dengan sebagaimana mestinya. Â Untuk para suami dengan segenap jerih dan gigih, apapun hasil segala peluh, sesungguhnya kalian adalah pemenang kehidupan sesungguhnya.