Perjalanan kali ini ditempuh dalam waktu dua jam, dalam rangka pengechekan jalur Cibatu Garut yang akan di aktivasi. Jalur Cibatu Garut sempat mati suri selama 37 tahun, padahal memiliki potensi bagi peningkatan ekonomi.
Tak pelak, langkah strategis dan revolusioner ini, disambut dengan antusias warga di sepanjang perjalanan. wajah-wajah dengan senyum sempurna, lambaian tangan penuh semangat, benar-benar membuat dada ini sesak. Ulasannya perjalanan, sudah saya tuliskan di artikel "Setelah 37 Tahun mati Suri, Jalur Kereta Api Cibatu Garut Diaktifkan Lagi"..
Kemudian kereta 2 tempat kami berkumpul, memiliki ruang makan, bersebelahan dengan pantry, ruang bagasi dan toilet.
Sementara kereta paling belakang yaitu kereta 5, memiliki fasilitas yang sama dengan kereta paling depan.
Ketika masuk jam makan siang, petugas mempersilakan kami mengambil makanan, dengan konsep prasmanan. Buah potong dan jeruk cukuplah menjadi incaran, dan saya mengabaikan nasi putih di sepanjang perjalanan.
Pun ketika tiba waktu sholat, di mushola yang karpetnya bersih dan wangi saya turut menjadi makmum. Sensasi menegakkan ibadah di kereta, begitu nikmat dan tak terbilang kata. Melangitkan pengharapan, sembari berkelebat pemandangan di balik jendela kaca di sudut mata.
Dua jam waktu tempuh rasanya seperti sekejap, tetapi saya menjaminkan pada diri sendiri. Bahwa pengalaman naik KAIS, tak bakal terlupa sepanjang hidup. Dan kemudian saya bagikan kepada Kompasianer, agar bisa menjadi cerita yang bisa saya tengok di kemudian hari.