Belajar dari pengalaman ayah dan kakak, saya mulai berbenak dari diri sendiri. Setelah menikah dan memiliki buah hati, anak-anak saya beri kebebasan berekspresi. Ayah membuka diri, agar anak mengungkapkan apa yang dirasakan pada ayahnya.
Tetapi sebagai ayah, saya musti bisa menjaga agar tidak kebablasan. Tetap bisa membawakan diri, agar anak tidak "ngelunjak" dan tidak semua kemauan dituruti.
Saat sekarang, bukan hal ganji melihat hubungan anak dan orang tua tampak lebih cair. Tingkat pendidikan orang tua, menjadikan pergeseran perilaku, pemikiran  dan sudut pandang.
Ayah Jangan Jaim dengan Jagoanmu !
Saya ayah dengan satu jagoan sudah baliq, merasa beruntung merasakan tahap demi tahap tumbuh kembang lelaki buah hati dari waktu ke waktu.
Dari usia dini cukup lengket dengan saya, hampir tiada ayah tanpa anak disampingnya, kemanapun pergi selalu mengekor (kecuali ngantor).
Pernah karena perjalanan dinas dari luar kota, saya pulang ke rumah sangat larut. Dan anak kesayangan belum juga tidur, karena menunggu ayahnya sampai rumah dan tidur di sampingnya.
Sekilas memang terkesan repot, tetapi saya berusaha menikmatinya. Karena terpatri keyakinan, bahwa keadaan ini hanya sesaat dan akan berlalu pada waktunya.
Dunia baru menakjubkan dijamah, larut dalam keseruan permainan dan kesibukan sekolah dengan sebayanya.
Ada atau tidak adanya si ayah mulai tidak lagi dipermasalahkan, dan saya hanya seperlunya saja nongol memastikan semua berjalan dengan aman dan baik. Meski kedekatan ayah dan anak tetaplah terjalin, tentu dengan metode dan cara yang agak berbeda.
Menjelang tidur kami ngobrol layaknya dua sahabat, dan anak menceritakan apapun yang dialami seharian. Saya memposisikan sebagai pendengar yang baik, tidak menyalahkan apalagi menghakimi atas apa yang diputuskan.