Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menikah Bukan Jaminan Bahagia?

20 Januari 2020   09:38 Diperbarui: 20 Januari 2020   09:47 613
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ikuta acara runner- dokpri

Sebagai ayah saya pasti bahagia, ketika sebelum tenggat sudah bisa membayar SPP untuk sekolah anak-anak. Bisa membelikan tas sekolah dan sepatu di tahun ajaran baru, membawakan bekal makanan bernutrisi.

Patokan bahagia saya sebagai anak adalah berbakti, sedang sebagai kepala keluarga adalah mempersembahkan terbaik untuk istri dan anak.

Saya tidak lagi memikirkan diri sendiri, parameter kebahagiaan saya (sadar tidak sadar) bergeser. Asalkan ibu saya, istri saya, anak-anak saya bahahia, maka saya otomatis bahagia.

Meskipun untuk meraih hal tersebut (membahagiakan ibu, istri dan anak), saya harus sekuat tenaga memerangi ego pribadi.

Ya, saya tak enggan berlelah-lelah dalam tugas pencarian nafkah, sepenuh kesadaran berangkat pagi buta kemudian pulang menjelang malam.

dokpri
dokpri
Hasil dari bersusah payah saya dapatkan, diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Bahkan saya rela (misal) menunda makan, karena uang yang ada lebih dulu untuk memenuhi kebutuhan istri anak.

Tersiksakah si kepala keluarga ini, mungkin sesaat si pandangan orang lain terkesan iya. Tetapi saya sangat menikmati hal tersebut, dan inilah uniknya bahagia.

Saya sungguh bahagia bisa melakukan segala pengorbanan itu, sehingga keletihan dan kesusahan tidak saya anggap sebagai sebuah penderitaan

Menikah Bukan Jaminan Bahagia ?

sumber | islamidia.com
sumber | islamidia.com
Oke, sekarang saya pengin membalik dengan pernyataan "Bujangan Bukan Jaminan Bahagia". Atau kalau mau diteruskan jadi panjang, misalnya "punya anak bukan jaminan bahagia", "punya kendaraan roda empat bukan jaminan bahagia", "punya rumah mewah bukan jaminan bahagia" dan seterusnya dan seterusnya.

Kesimpulannya adalah, bahagia itu (sekali lagi menurut saya) unik, karena tergantung setiap diri sendiri menyikapi apa yang sedang dihadapi. Menikah ada yang bisa bahagia ada yang tidak, demikian pula bujangan ada yang bahagia ada yang tidak.

Karena wujud bahagia itu abstrak, hanya diri kita sendiri yang berkuasa atas diri kita. Maka bahagia sangat mungkin diciptakan, siapapun dalam keadaan apapun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun