Saya pernah membaca, sebuah quote dari seorang pebisnis ternama. Bahwa di setiap keluhan pelanggan, sejatinya terdapat peluang untuk sebuah inovasi. Dan antrian di (nyaris semua) restorant, terutama (basanya) di setiap jam makan tiba, ternyata bisa dilihat sebagai sebuah peluang untuk penemuan baru.
Pernah saya mendapati seorang teman, membatalkan membeli makan siang di sebuah rumah makan. Pasalnya ketika perut sudah keroncongan, di satu sisi antrean sedang mengular panjang.
Bayangkan, kalau dalam sehari ada (misal) sepuluh calon customer saja membatalkan diri. Maka berapa peluang transaksi yang urung, hanya gara-gara masalah antrean panjang ini. Kemudian dalam seminggu, kemudian dalam sebulan dan total selama satu tahun.
Berapa orang (dan berapa rupiah rupiah) tidak jadi membeli, tersebab antrean. Pasti sangat banyak bukan ?
Maka saya sangat mengapresiasi, ketika menemui Digital kiosK di gerai resto yang menyajikan menu khas Jepang. Bagi saya, mesin pesan menu ini, menjadi solusi menihilkan antrean orang berdiri di konter resto.
Saya sudah praktekkan sendiri, bagaimana Digital KiosK ini dirancang sangat user friendly dan begitu simpel. Pun bagi orang merasa gatek sekalipun, dijamin tidak bakal kesulitan mengoperasikan.
Siang menjelang sholat jumat, saya sengaja mampir di Hokben Pasar Festival Jakarta Selatan. Jarum pendek jam tangan, masih menunjukkan di angka sebelas. Artinya, saya masih punya tiga puluh menit sebelum berangkat ke masjid.
Dan dengan pesan melalui digital KiosK, saya benar-benar merasakan kemudahan bertransaksi. Layar mesin dirancang sepadan orang dewasa, membuat badan bisa berdiri tegak dengan pas. Konsumen tidak terlalu membungkuk, dan atau tidak perlu mendongak.
Mula- mula akan tampil di layar, mau pesan untuk makan di tempat atau dibawa pulang. Setelah itu, di layar tampil aneka menu tersedia baik ala carte maupun menu paket. Â Tenang guys, paket promo juga tetap ada kok. Persis seperti kalau kita, memesan langsung di counter.
Eit's jangan kawatir, segera akan ada pembayaran dengan ewallet (saya dengar dari penjelasan karyawan). Dan mesin ini, memang dirancang cashless (no uang cash), jadi jangan siap uang kertas dan bingung nyari tempat memasukan uang ya.
Selesai proses pembayaran, selanjutkan keluar struck berisi nomor antrian dan menu yang dipesan (ingat ya, kertas nomor ini jangan dibuang dulu). Kemudian di layar monitor yang digantung di dekat kasir, akan muncul nomor antrian dan status order kita (prepairing).
Sembari menunggu pesanan saya chek jam, ternyata saya hanya butuh sekira lima menit-an untuk tahap pemasanan awal ini. Kunci pesan cepat hanya satu, yaitu sudah tahu menu apa yang akan disantap.
Kalau masih pilih ini dan itu apalagi pakai diskusi --hehehe--, dijamin waktu dibutuhkan lebih panjang lagi (saya berani taruhan potong kuku deh, hehehe). Apalagi kalau di belakang, sudah ada calon konsumen lain---kasian kan.
"Atrian nomor delapan belas" teriak kasir.
Saya segera bangkit, mendekat sumber suara dan mengambil pesanan. Total hanya sekira lima belas menit, pesanan dine-in saya akhirnya berpindah tangan (saya makan siang selepas sholat Jumat).
Sungguh, saya mengapresiasi inovasi Digital KiosK ini. Sebagai solusi, mengurangi antrean pesan menu. Pada situasi normal (seperti saya sebelum jam makan) mungkin pesanan bisa cepat selesai.
Memang benar, antrian mengular tidak terjadi di depan counter. Tetapi hanya akan bergeser, menjadi antreann yang duduk menunggu nomornya dipanggil. So, jadinya tetap menunggu juga kan.Â
Bagaimanapun, inovasi layanan berbasis tehnologi ini sebuah terobosan baru. Kalaupun ada trial and eror adalah hal wajar.
Menurut hemat saya, Digital KiosK musti dibarengi dengan kesigapan dalam menyiapkan order. Sehingga visi mengurangi antrean, benar-benar bisa diwujudkan sehingga konsumen nyaman. Â Semoga Bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H