Karena dari beberapa waktu lalu, anak japri ke ibunya (dengan handphone ustad) sedang dilanda kebosanan, maka saya datang lebih pagi dan mengajak jalan keluar.
Sebelum ketemu, saya sudah mempersiapkan diri. Bahwa akan menjadi pendengar yang baik, tidak bakal menyalah-nyalahkan sikap atau tindakan anak. Kalaupun ada keputusan yang perlu dikoreksi, akan saya sampaikan dengan bahasa yang tidak menyalahkan.
Hari itu, sya mengajak pergi ke satu tempat, beli makanan kegemaran, sholat jumat, makan siang di tempat yang dia suka di Mall. Saya benar-benar menjaga suasana hatinya, agar senang dan memancing mood bagus.
Satu pesan saya selipkan di obrolan di sepanjang kebersamaan, bahwa selama hidup berjalan, manusia tidak lepas dari masalah. Dan kebosanan yang sekarang dihadapi, nanti akan ada ujungnya dan akan berganti dengan masalah lain.
Si ayah mengajak sejenak menengok ke belakang, tentang peristiwa bully, pergelangan tangan kiri yang pernah bergeser, teman sekelas yang memusuhi, tetapi sekarang menjadi sahabat.Â
Dan sekarang adalah masa kebosanan melanda, sebentar lagi akan selesai seperti masalah lain sebelumnya.
Entahlah, di masa pubernya, apakah dia paham dengan nasehat ayahnya. Tetapi saya melihat kelegaan, terbersit di raut wajah yang ( di mata saya) semakin ganteng itu -- ya iyalah anak sendiri---hehehehe.Â
Dan saya ingatkan pada anak kesayangan, perihal tujuan utama masuk pondok (dulu pernah disampaikan pada saya dan ibunya). Â Jadi apapun yang saat ini terjadi, tidak ada pilihan lain, Â kecuali menjalani dengan sabar. Kemudian tidak menyurutkan harapan, Â serta focus pada cita-cita hendak diraih.Â
Mendampingi anak berproses, sebenarnya kesempatan orangtua untuk ikut berproses. Karena ayah atau ibu yang sudah berumur, belum tentu dewasa kalau tidak mengalami peristiwa tidak mengenakkan.