Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tak Selalu Benar bahwa Banyak Anak Itu Merepotkan

28 Oktober 2019   05:33 Diperbarui: 28 Oktober 2019   06:05 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kompasianers, yang kelahiran 80'an ke bawah (70-60-50 dst), biasanya punya saudara kandung banyak. Saya sendiri adalah bagian dari setengah lusin bersaudara, istri juga bagian dari 7 kakak beradik. 

Ada saudara jauh dari garis ayah, yang punya sepuluh anak dengan jarak kelahiran cukup dekat. Bisa dibayangkan, bagaimana ramainya keluarga ini saban hari.

Pada masa-masa tersebut, suami istri dengan banyak anak menjadi kelaziman. Mungkin pada masa itu, sarana hiburan dan media informasi belum terlalu banyak ya. Sehingga selepas bekerja, suami istri pulang ke rumah dan punya banyak waktu untuk bersama-sama. 

Enaknya sih ada, ketika anak-anak sudah besar dan berkeluarga, ketika lebaran ngumpul menjadi keluarga besar.

Pada zaman orde baru (ketika masa Presiden Suharto tahun 80'an), pernah dicanangkan program Keluarga Berencana (KB). Kami anak sekolah masa itu, sampai hapal mars keluarga berencana. Kalau pagi dari siaran RRI, ada sandiwara radio berjudul "buitr butir pasir di laut' persembahan dari BKKBN.

Program KB berisi ajakan kepada pasangan muda, untuk memiliki dua anak saja. Sebagai upaya pemerintah, untuk menekan laju pertumbuhan penduduk yang cukup cepat. Program KB menuai hasil, seiring perkembangan jaman mulai bertumbuh kesadaran baru.

Pasangan muda merasakan, ternyata banyak benefit didapatkan apabila memiliki dua anak. Dengan anak sedikit, memungkinkan memberi asupan bergizi dan pendidikan yang berkualitas.

dokpri
dokpri
Coba perhatikan, pasangan yang menikah medio akhir 80-an sampai sekarang, kebanyakan  dengan kesadaran sendiri memilih memiliki dua anak. Saya dan istri memutuskan, tidak menambah anak setelah kelahiran anak kedua.  Kakak-kakak yang menikah awal 90-an, terbukti bertahan dengan dua anak.

Pepatah "Banyak Anak Banyak Rejeki", rasanya sudah kurang relevan diterapkan di masa kini. Masa sekarang, punya tiga atau empat anak rasanya sudah banyak. Sudah terbayang bagaimana ribet dan repotnya, mengurus empat anak masih kecil-kecil.

Tapi apa benar pendapat banyak anak itu merepotkan, atau sebenarnya sekedar bayangan ketakutan saja sehingga seolah olah merepotkan. Kalau mau memutar fakta dan membalikkan opini, buktinya orangtua kita jaman dulu bisa hidup dengan banyak anak. urusan repot itu urusan lain, toh nyatanya anak-anak tumbuh dewasa dan sukses.  

Banyak Anak Merepotkan ?

Saya yakin, Kompasianers familiar dengan keluarga geng Halilintar. Suami istri dengan sebelas anak, yang sekilas pilihan ini memang terasa "out of the box" untuk masa sekarang. Anak tertua dari geng Halilintar adalah Atha Halilintar, namanya meroket sebagai youtuber papan atas. Saya yakin, di benak banyak orang pasti membayangkan repotnya mengurus banyak anak apalagi dengan jarak kelahiran yang berdekatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun