Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jarang Kumpul dengan Warga, Sebegitu Sibukkah Kita?

4 September 2019   08:48 Diperbarui: 7 September 2019   02:09 844
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya yang termasuk warga pendatang, tidak terlalu kenal dengan warga lama (biasanya sudah sepuh) dan apalagi warga yang datang setelah saya. Sehingga ketika disebut nama, otomatis pikiran langsung blank karena tidak terlalu paham.

Kejadian yang sama, mungkin pernah Kompasianer alami, tinggal di satu lingkungan, tetapi tidak terlalu kenal atau akrab dengan warga sekitar. Dengan berbagai alasan, seperti ngontrak atau sering lembur atau tugas luar kota, sehingga antar tetangga kurang akrab.

dolumentasi pribadi
dolumentasi pribadi

Sebegitu Sibukkah Kita ?

Warga urban, identik dengan kesibukan demi kesibukan yang super padat. Pagi buta sebelum subuh, sudah ada yang berangkat beraktivitas. Kemudian setelah hari mulai gelap, ada yang baru menginjakkan kaki di rumah. Begitu hal yang sama terjadi berulang setiap hari, berlangsung selama bertahun tahun.

warga selepas upacara 17 Agustus- dokumentasi pribadi
warga selepas upacara 17 Agustus- dokumentasi pribadi
Kalaupun ada waktu istirahat di akhir pekan, biasanya digunakan untuk seharian di rumah atau jalan-jalan bersama keluarga. Atau kalau ada libur atau cuti panjang, dari jauh hari sudah memiliki rencana, entah pulang kampung, entah traveling atau pergi ke mana suka.

Pada hari saat tertentu, menghabiskan waktu dengan nongkrong bareng teman di komunitas, hangout bareng teman sekantor. Bikin kegiatan ini dan itu, mulai santunan dhuafa dan anak yatim, bersih-bersih sampah di pantai, nonton bareng dan lain sebagainya.

Nyaris, kita selalu ada, menyediakan dan menyempatkan waktu, pikiran, tenaga, bahkan biaya untuk ragam kegiatan yang (kita claim) bermanfaat untuk orang banyak. Tidak ada yang salah memang, karena hidup memberi kesempatan untuk melakukan banyak hal.

Masalahnya, apakah hal yang sama, juga kita berikan untuk tetangga dan lingkungan di sekitar. Sekedar senyum dan bertegur sapa, sesekali ikut kumpul dan atau berkegiatan. Para tetangga, adalah orang terdekat, yang tak urung suatu saat kita butuh bantuan mereka.

Bertahun tahun kita tinggal dan menetap di satu lingkungan, apakah kita, termasuk orang yang masih enggan datang ke (satu saja) kegiatan warga di lingkungan sekitar. Entah ikut halal bihalal, kerja bakti RT, yasinan saat ada tetangga meninggal, ikut repot saat tetangga ada hajatan, menyediakan diri menjadi panitia ini dan itu.

yasinan di rumah warga-dokpri
yasinan di rumah warga-dokpri
Kalau sampai sekarang belum sempat, mumpung tersedia kesempatan, ada baiknya perlahan-lahan merubah kebiasaan lama. Toh tidak ada salahnya kalau sesekali datang, menyempatkan waktu bersilaturahmi atau ngobrol dengan tetangga.

Atau sebegitu sibukkah kita, sampai tidak ada waktu barang sebentar saja, untuk sekedar berkumpul dan bercengkrama bersama. Para tetangga, adalah orang yang tinggal dan dekat, pada suatu saat kita akan butuh pertolongan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun