Khutbah jumat siang ini temanya sangat menarik, saya menyimak dari awal sampai akhir. Khatib menyampaikan tentang takdir, serta bagaimana manusia musti menempatkan diri. Kebetulan yang dijadikan contoh salah satunya soal jodoh, yang tertulis saat empat bulan janin berada di rahim.
Ada point menarik dari khutbah ini, bahwa meskipun jodoh sudah ditentukan Sang Khaliq, tetapi tidak serta merta melunturkan kewajiban manusia dalam berusaha.
Persis seperti datangnya rejeki (dalam hal ini nafkah), meskipun setiap orang sudah ada jatahnya, tetapi (saya memakai contoh) uang tidak datang sendiri tanpa manusia menjemput.
------
Kalau ada pekerjaan, biasanya saya menyusun jadwal keberangkatan mundur dua jam dari undangan. Kalau misalnya ada undangan jam duabelas, berarti paling telat jam sepuluh saya sudah keluar dari rumah.
Tapi kalau berangkat bertepatan dengan jam sibuk, maka waktu berangkat biasanya saya undur setengah jam lebih cepat, misalnya untuk acara jam sembilan pagi, paling telat setengah tujuh saya sudah jalan dari rumah.
Kebayang kan, padatnya Commuter Line , Trans jakarta dan atau MRT, pada jam sibuk atau keberangkatan orang ngantor di pagi hari. Saya pernah bela-belain subuh di Stasiun, demi mengejar wkatu kumpul jam tujuh pagi untuk sebuah acara keluar kota.
Uniknya, kita melakukan semua itu dengan rela dan direlakan. Bersedia sepenuh kesadaran, meninggalkan kasur yang menjanjikan kenikmatan  tidur molor di pagi hari. Semua demi tugas dan tanggung jawab kehidupan, yang lebih penting dibanding kenikmatan sesaat.
Tidak peduli hujan sedang turun deras dari sebelum subuh, kalau waktunya berangkat kerja maka langkah kaki harus diayunkan. Karena hujan bisa disiasati, dengan payung atau jas hujan, kalau perlu pesan ojek online -- beres kan