Di usia satu tahun pernikahan, seorang teman di kantor lama mengajak istri pindah dan tinggal di rumah kontrakan. Â Merasa tidak nyaman di rumah mertua menjadi alasan utama, lebih-lebih saban hari mendapati anak bertengkar dengan keponakan.
"Pengin rasanya marah sama ponakan, tapi gue gak lakuin itu," ujarnya dilematis.
Sebagai ayah, saya sangat paham posisi teman yang serba salah, marah dengan keponakan berarti berurusan dengan kakak (orangtua si anak)
Kompasianers yang sudah berkeluarga, saya yakin pernah berada di situasi yang mirip dengan kisah teman lama saya. Yaitu mendapati anak menangis dan mengadu, sehabis berantem dengan sepupunya. Saya pernah mengalami hal serupa, kala itu anak nangis karena rebutan mainanan dengan saudara tuanya (anak dari kakak) -- dan itu wajar sih.
Resiko tinggal berdekatan, atau tinggal seatap di rumah orangtua bersama saudara lain (yang sudah berkeluarga), salah satunya adalah anak berantem. Masalah terkait anak-anak bisa datang setiap saat, orangtua musti belajar menahan diri, menyiapkan stok kesabaran lebih banyak.
Idealnya, keponakan (anak dari kakak atau adik) sudah dianggap seperti anak sendiri, selain masih memiliki hubungan darah, ikatan kekeluargaan ini akan dibawa sepanjang hayat.
"Tapi kalau ngontrak, gue itung-itung, gaji belum cukup," lanjut teman dengan muka lesu.
Tak sekecap-pun saya berpendapat, meski  ada pendangan teman ini yang tidak saya setujui. Karena selain tidak diminta pendapat, saya merasa waktunya belum tepat, memberi masukan kepadanya.
Dan akhirnya, niat pindah diurungkan !
---oo00oo---
Menghadapi anak menangis dan mengadu, si orangtua musti punya strategi. Kalau dada mulai panas, tenangkan dengan minum air putih dan alihkan dengan kegiatan lain. Ajak anak masuk kamar atau keluar sebentar, bikin permainan atau kegiatan bersama, Â untuk sekedar mengalihkan perhatian. Jangan keluar kamar atau pulang, sebelum semua kembali tenang dan tagisnya mereda.
Menangis adalah lumrah, coba perhatikan satu dua jam setelahnya, kedua anak yang semula bersitengang akan kembali akur dan lupa dengan masalahnya. Kecuali anak menangis karena sakit atau ada yang terluka, orangtua musti bertindak, segera (misal) pergi ke dokter atau membelikan obat.
Bagaimana kalau keponakan sudah keterlaluan? Sebaiknya antar orangtua ngobrol dengan baik-baik, penanganan setiap anak musti diserahkan kepada orangtua masing-masing.
Apalagi kalau masih tinggal serumah dan setiap hari bertemu, tidak ada pilihan bagi anak, kecuali bermain dengan sepupu yang sama-sama tinggal di rumah kakek/ neneknya. Dan sangat mungkin terpantik pertengkaran, baik pertengkaran omongan atau adu fisik.
Jujur kalau melihat anak berantem, orangtua akan otomatis membela anak sendiri, naluri melindungi timbul, mengajak anak untuk menghindar ke tempat aman. Masalahnya, kita tidak bisa setiap saat di samping anak, karena bekerja atau urusan yang lainnya.
Mengatasi Pertengkaran AnakÂ
Tinggal satu atap di rumah orangtua/ mertua bareng dengan kakak ipar yang sudah berleluarga, biasanya tak bisa dihindarkan dampak perselisihan anak dengan keponakan. Tetapi sebenarnya bisa saja dicarikan jalan keluar, karena setiap keadaan, sebenarnya memiliki sisi positif yang bisa diambil hikmah.Â
Berikut, beberapa hal bisa dijadikan sarana untuk melatih anak.
- Ajarkan Kemandirian
Anak yang tinggal serumah dengan sepupunya, Â memiliki kesempatan untuk diajarkan kemandirian, artinya kalau ada masalah bisa belajar menyeelesaikan sendiri. Sebagai orangtua, kita bisa memberi pengertian dan nasehat, agar anak sendiri tidak gampang menangis, tidak gampang mengadu.
Berkonflik dengan orang lain itu biasa, ajarkan anak menyelesaikan masalah dengan saudara. Suatu saat ketika mereka dewasa, pertengkaran semasa kecil, akan menjadi kenangan lucu, justru mempererat hubungan persaudaraan.
- Menganggap Keponakan Sebagai Anak
Keponakan tidak ubahnya seperti anak sendiri, ada keponakan yang memanggil om/tantenya dengan sebutan ayah/ibu, papa/mama. Kedekatan dengan keponakan perlu dijaga, agar akrab dengan anak sendiri, dan di masa dewasa kelak mereka saling membantu. Kalau sejak kecil sudah dikondisikan, anak kita akrab atau tidak berjarak dengan saudara sepupu, maka hubungan mereka tidak kaku.
- Pindah dari Rumah Mertua
Merasa nyaman tinggal di rumah mertua sebenarnya tidak salah, tetapi kalau sangat memungkinkan, tidak ada salahnya pindah rumah (kecuali kondisi khusus dan tidak bisa pindah ya mau apa lagi). Saya sepakat dengan kalimat, tidak baik dalam satu kapal ada dua pengemudi, dan menantu posisinya tidak kuat di rumah mertua.
Perselisihan anak dengan keponakan, bisa dijadikan daya picu orangtuanya, membuat target kapan pindah dan berapa lama lagi tinggal. Sebaiknya buat kesepakatan dengan istri, sembari menyusun  strategi untuk mencapai goal besar dituju.
Masa-masa berantem saat kecil biarlah terjadi (asal tidak kelwawtan), niscaya kelak akan menjadi kenangan indah, ketika mereka menceritakan ulang di masa dewasa. Orang tua pasti bahagia ikut dalam andil yang baik, menjadi bagian dari cerita indah anak dan keponakan.
So, kalau anak dan sepupunya berantem, tak perlu panik dan tersulut emosi !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H