Ujian belumlah selesai, setelah kehilangan tangan kanan, kholidin harus berjuang melawan bakteri yang masuk ke tubuh.
Namun rasa ikhlas, membuat pria kelahiran Pekalongan ini tetap bertahan.
Kisah lain dialami Angkie Yudistia, Â yang kehilangan pendengaran sejak usia 10 tahun. Penyebabnya adalah demam yang sangat tinggi, Â lama kelamaan terkena tuli.
"meski saya tidak mendengar, Â tapi ekspresi pembully tidak bisa dibohongi" ujar Angkie
Beruntung, ada ayah, ibu serta keluarga yang selalu menemani dan menjadi teman curhat. Selain itu, memilih berteman dengan teman yang baik dan positif tinking.
Kisah serupa dialami Jendi Panggabean, pada usia 12 tahun, kaki kirinya harus diamputasi akibat kecelakaan. Awalnya Jendi sangat trauma, merasa dunia hancur, sedih dan kecewa. Kedua orangtua tak patah arang, Â menyemangati anak kesayangan, Â agar segera bangkit.
Orangtua adalah tembok pertahanan terbaik, ketika Jendi berada di titik nadzir dan diperlakukan orang lain dengan aneh dan berbeda
Perlahan tapi pasti, pria kelahiran Muara Enim Sumsel bisa menerima keadaan. Berdamai dengan diri, membuatnya bangkit dan bisa berprestasi.
Kholidin, Angkie dan Jendi, Â bisa bangkit karena rasa ikhlas dan berbaik sangka kepada Tuhan. Namun tidak berhenti pada ikhlas saja, karena sikap berserah membutuhkan pembuktian.
Setelah kehilangan tangan kanan, Kholidin musti rutin terapi, Â agar keseimbangan badan bisa didapatkan. Karena sempat tidak bisa duduk (apalagi berdiri), Â karena musti berjuang melawan virus. Kolidin berusaha keras agar bisa pulih, Â sampai akhirnya bisa berjalan.
Dibantu sang anak, Â mencoba berdiri dan memasang busur. Setelah di depan target, sempat terdiam dan berpikir bagaimana bisa memanah.
Akirnya tali buat memanah dililit dengan sol sepatu dan digigit kemudian diarahkan ke target, setelah dibidik ditahan dan dilepaskan, alhamdulillah terkena sasaran.