Satu dua hari puasa dijalani, tak terasa seminggu sudah hingga akhirnya genap satu bulan puasa dikerjakan. Ketika hari kemenangan ditunggu tiba, kita orangtua dan anak bisa berbagai kelegaan, saling bermaaf-maafan kembali lahir menjadi pribadi baru.
------
Dulu semasa kecil, awal mula berpuasa (sekira kelas satu SD), saya berpuasa karena ikut-ikutan karena melihat ayah, ibu , kakak dan teman sekolah sudah berpuasa. Â Awalnya masih bolong sana-sini, Â sesekali ngumpet ngemil kalau kelaparan siang hari.
Ibunda, orang paling telaten mengingatkan saya, bahwa waktu berbuka tidak lama tiba. Tetapi saya bersikeras makan saat ibu lengah, kemudian pura-pura puasa hingga tiba saat berbuka. Â Setelah (sekira) kelas tiga, Â barulah saya menjalankan puasa sehari penuh dengan kesadaran sendiri.
Kini setelah menjadi ayah dengan dua anak, saya bisa merasakan bagaimana serunya ayah dan ibu saya dulu, Â berusaha menanamkan kesadaran berpuasa pada anaknya. Alhamdulillah, sulung saya sudah baligh, terbiasa berpuasa sejak kelas belum genap enam tahun, adiknya tak pelak mengikuti jejak si kakak.
Sebagai terus belajar bersikap demokratis, menanamkan manfaat berpuasa, sembari menceritakan ulang kisah-kisah manusia pilihan. Bahwa puasa akan melembutkan hati, membukakan jalan pencerahan rohani. Â
----
"Ayah, adzannya lama banget" ujarnya sembari menahan tangis
Hari itu hari pertama puasa, gadis kecil akan masuk kelas satu protes, menunggu bedug maghrib dirasa terlalu lama.