Si ibu pemulung, dengan segala keterbatasan dia tidak ingin hanya menengadahkan tangan berharap belas kasih, terbukti tetap berusaha mengais rejeki dengan tenaga dimiliki. Kalaupun ada orang iba kemudian memberi, maka dia akan menyambut dengan suka cita, dianggapnya sebagai rejeki yang datang kepadanya.
-----------
Rasulullah Muhammad SAW, mengajak umatnya untuk giat bekerja (tidak bermalas-malasan), supaya bisa memberi (tangan di atas). Sementara tangan di bawah (menerima atau meminta), sebenarnya sebagai satu-satunya jalan terakhir setelah tidak ada lagi cara lain.
Ibu pemulung, (menurut saya) menjadi contoh nyata, bahwa ketiadaan tidak selalu identik dengan meminta atau menengadahkan tangan. Keterbatasan dimiliki, sama sekali tidak menjadikannya punya mental pengemis, maka dari itu dia berusaha semampunya bekerja, meski melibatkan anak-anaknya yang masih kecil.
Sudahlah, kita yang (merasa) pintar jangan menganggap itu sebagai bentuk eksploitasi anak-anak, pikiran ibu ini pasti tidak sampai sejauh itu. Mungkin saja (semoga benar) cara ibu ini menanamkan kepada anak-anak, bahwa selagi bisa berusaha janganlah menyerah apalagi bermental pengemis.
Memang, bersedekah musti menyertakan keikhlasan, tapi kalau kemudian hari kita sadar sedekah itu salah sasaran, saya sangsi apalah keikhlasan itu tidak ternoda ? Selamat berpuasa, mohon maaf kahir dan batin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H