Orangtua mana tidak sayang anaknya, jangankan kita manusia, induk binatang-pun misalnya ayam, kucing dan seterusnya, punya naluri menyayangi dan melindungi anaknya. Rasa sayang itu anugerah kehidupan, kalau disuruh menjelaskan mungkin ayah atau ibu kesulitan mendefiniskan dan mengemukakan alasan.
(Kalau ada ibu membuang anak baru dilahirkan atau ada ayah yang menganiaya buah hati, itu terjadi pada sebagian kecil saja, mereka perlu banyak belajar menjadi orangtua)
Rasa sayang, membuat seorang ayah tidak enggan memforsir waktu dan tenaga, membanting tulang memeras keringat demi istri dan anak-anak disayangi. Rasa sayang, membuat Ibu tidak segan berjibaku segenap daya upaya, mensupport suami tercinta, menjadikan dirinya sebagai tempat berlabuh untuk anak-anak.
Ya, demi anak-anak disayangi, orangtua bersedia memperjuangkan rasa sayang itu, memenuhi kebutuhan yang disayangi sepenuh jiwa dan tenaga. Siapapun orangtua rela dan merelakan diri, tidak peduli latar belakang pendidikan, apapun profesi, status sosial ekonomi dan seterusnya.
Rasa sayang bisa menimbulkan energi, yang mampu menggerakan segenap sel dalam tubuh, untuk bangkit demi meluluskan keinginan yang disayangi. Rasa sayang adalah sebuah bilik rahasia, hanya dipahami dan dimengerti oleh orang yang merasakannya, tanpa perlu alasan dan musababnya.
Namun, Â jangan sembarangan menerjemahkan dan mengungkapkan rasa sayang, sebab kalau salah dan kebablasan bisa berakibat fatal. Karena menyampaikan rasa sayang pada anak, ternyata ada ilmunya, ternyata ada aturannya, agar tidak berubah menjadi sayang buta.
Itulah sebabnya, mengapa kita tidak boleh berhenti belajar meski sudah berumur, persis seperti pepatah "mencari ilmu itu dari buaian hingga liang lahat." Seperti halnya masa, ilmu pengetahuan juga berkembang, manusia tidak boleh cepat berpuas diri agar tidak ketinggalan.
------
Saya suka gemas dan pengin meluk, kalau melihat anak kecil gendut, tak tahan pengin nyubit pipinya yang chubby, rasanya lucu gitu ngelihatnya, hehehe. Memegang dan menyentuh badan anak kecil yang penuh daging, bener-bener menyenangkan dan susah dijelaskan---hehehe.
Tapi tunggu dulu, kalau gendutnya keterlaluan, jadinya tidak lucu justru berubah kasihan, karena anak jadi tidak bebas bergerak dan tidak leluasa bermain. Alih-alih aktif, anak menjadi pasif berkegiatan yang mengerahkan tenaga dan fisik, betah berlama-lama duduk di tempat.
Kompasianer, mungkin masih ingat nama Arya Permana, bocah kelahiran Karawang yang sempat menjadi perhatian pada tiga tahun silam---nah saya kasian dengan anak ini. Bobot Arya kala itu mencapai hingga 192 kg, saking beratnya kedua kaki tidak sanggup menopang  tubuh super tambun itu.
Dengan berat badan yang jauh melampaui ukuran anak seusianya, membuatnya kesulitan bermain dan bercengkrama dengan teman seusianya. Sebagian besar waktunya dihabiskan di ruang tengah rumahnya, tidur tengkurap sambil bermain gadget dan nonton televisi.
Untuk kegiatan mandi, Arya langsung nyebur di kolam ukuran (sekira) dua kali dua meter yang disediakan di pekarangan rumah. Terus bayangkan, bagaimana kalau buang air besar, bagaimana kalau ke sekolah, bagaimana kalau pengin ini pengin itu, pastinya susah dan kasihan.
Upaya menyusutkan berat badan terus diupayakan, hingga bertemu pihak-pihak yang prihatin dengan kondisi dan membantu pemulihannya. Semua dilakukan, demi masa depan anak kelahiran tahun 2006 ini, karena langkahnya masih jauh dan cita-citanya di masa depan pasti menunggu untuk diraih.
Pasalnya berat badannya sudah menyusut, sangat jauh dibanding berat badan yang disandang tiga tahun silam. Arya mulai terbiasa berjalan jauh (terutama rutin berangkat dan pulang sekolah), gemar berolahraga (sepak bola dan bulu tangkis) serta menerapkan pola makan teratur.
Buah dari bantuan berbagai pihak, kemudian diimbangi dengan sikap disiplin dan kemauan yang kuat untuk hidup sehat. Kini bobot tubuhnya berada di angka 87 kilogram, berarti sudah menyusut sekitar 100 kg lebih, membuatnya lebih mudah berkegiatan.
Setelah usaha telah membuah hasil menggembirakan, si ayah mengakui kesalahannya, yaitu telah menyayangi dengan cara yang salah. Bahwa rasa sayang, bukan berarti harus mengabulkan semua permintaan anak, tanpa pilih dan pilah, selalu sanding tanpa saring.
Namanya anak, pasti ingin ini dan itu yang enak dimakan, tugas kita orangtua untuk menyaring mana yang baik dan mana yang buruk. Dulu, Arya punya kebiasaan, sehari bisa tiga empat kali mengonsumsi mie instan, terbiasa minum puluhan gelas minuman dalam kemasan.
Atas alasan rasa sayang itulah, orangtua Arya menuruti kemauan sang anak, tanpa sadar akibat tidak baik dirasakan di kemudian hari. Penyesalan tidak bisa dihindarkan, setelah lama-kelamaan tubuh si anak membesar, sementara kebiasaan konsumsi aneka makanan sudah terlanjur.
Kalimat "Menyayangi dengan cara yang salah," ini yang menjadi perhatian, dan saya merasakan betapa penyesalan keluar dari lubuk hati ayah Arya Permana. Kejadian ini, sekaligus menjadi pelajaran buat kita semua para orangtua, untuk bisa memetik hikmah dan pelajaran, menyayangi anak dengan cara benar. Â Â
- Semoga bermanfaat-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H