Tapi tunggu dulu, kalau gendutnya keterlaluan, jadinya tidak lucu justru berubah kasihan, karena anak jadi tidak bebas bergerak dan tidak leluasa bermain. Alih-alih aktif, anak menjadi pasif berkegiatan yang mengerahkan tenaga dan fisik, betah berlama-lama duduk di tempat.
Kompasianer, mungkin masih ingat nama Arya Permana, bocah kelahiran Karawang yang sempat menjadi perhatian pada tiga tahun silam---nah saya kasian dengan anak ini. Bobot Arya kala itu mencapai hingga 192 kg, saking beratnya kedua kaki tidak sanggup menopang  tubuh super tambun itu.
Dengan berat badan yang jauh melampaui ukuran anak seusianya, membuatnya kesulitan bermain dan bercengkrama dengan teman seusianya. Sebagian besar waktunya dihabiskan di ruang tengah rumahnya, tidur tengkurap sambil bermain gadget dan nonton televisi.
Untuk kegiatan mandi, Arya langsung nyebur di kolam ukuran (sekira) dua kali dua meter yang disediakan di pekarangan rumah. Terus bayangkan, bagaimana kalau buang air besar, bagaimana kalau ke sekolah, bagaimana kalau pengin ini pengin itu, pastinya susah dan kasihan.
Upaya menyusutkan berat badan terus diupayakan, hingga bertemu pihak-pihak yang prihatin dengan kondisi dan membantu pemulihannya. Semua dilakukan, demi masa depan anak kelahiran tahun 2006 ini, karena langkahnya masih jauh dan cita-citanya di masa depan pasti menunggu untuk diraih.
Pasalnya berat badannya sudah menyusut, sangat jauh dibanding berat badan yang disandang tiga tahun silam. Arya mulai terbiasa berjalan jauh (terutama rutin berangkat dan pulang sekolah), gemar berolahraga (sepak bola dan bulu tangkis) serta menerapkan pola makan teratur.
Buah dari bantuan berbagai pihak, kemudian diimbangi dengan sikap disiplin dan kemauan yang kuat untuk hidup sehat. Kini bobot tubuhnya berada di angka 87 kilogram, berarti sudah menyusut sekitar 100 kg lebih, membuatnya lebih mudah berkegiatan.
Setelah usaha telah membuah hasil menggembirakan, si ayah mengakui kesalahannya, yaitu telah menyayangi dengan cara yang salah. Bahwa rasa sayang, bukan berarti harus mengabulkan semua permintaan anak, tanpa pilih dan pilah, selalu sanding tanpa saring.
Namanya anak, pasti ingin ini dan itu yang enak dimakan, tugas kita orangtua untuk menyaring mana yang baik dan mana yang buruk. Dulu, Arya punya kebiasaan, sehari bisa tiga empat kali mengonsumsi mie instan, terbiasa minum puluhan gelas minuman dalam kemasan.
Atas alasan rasa sayang itulah, orangtua Arya menuruti kemauan sang anak, tanpa sadar akibat tidak baik dirasakan di kemudian hari. Penyesalan tidak bisa dihindarkan, setelah lama-kelamaan tubuh si anak membesar, sementara kebiasaan konsumsi aneka makanan sudah terlanjur.