Jawabannya adalah dekat dengan anak. Apabila saya ditanya, alasan apa saja yang membuat hati ini bahagia.Â
Bagi saya, kedekatan antara anak dengan orangtua sangat penting, hal ini mampu membuang sekat antara dua pribadi beda generasi.
Angkatan 80 -- 90-an yang sudah menjadi ayah, saya yakin bisa membedakan, bagaimana beda pola interaksi antara anak dengan orangtua masa kini dan dulu. Semasa masih kanak, bagi saya (terutama) ayah seperti susah dijangkau, beliau cenderung pendiam dan berucap seperlunya saja.
Sedikit saja suara ayah meninggi, seperti malapetaka untuk saya, keringat dingin menyembul dari pori, saya dipaksa pasang badan siap dimarahi. Utungnya ayah saya yang tak banyak bicara, memiliki pembawaan cenderung kalem dan tidak mudah mengumbar kemarahan.Â
Sewaktu berseragam merah hati, (seingat saya) hanya sekali ayah marah besar, itupun karena ulah saya sudah yang keterlaluan. Waktu itu ibu sedang sibuk melayani pembeli di warung, saya datang menangis minta dibelikan mainan dan harus ibu yang membelikan.
(Ssaya baru sadar sekarang) Pasti ibu merasa malu dan kesal saat itu, bayangkan, di hadapan pembeli yang antre saya nangis kejer minta dituruti kemauan.
"Pokoknya ibuk yang beliin" saya meronta
Setelah warung sepi, ternyata penjual mainan sudah pergi, sontak tangis saya bertambah kecang. Di perjalanan pulang, saya masih saja betah menangis, sementara muka ibu merah padam, Sampai di rumah, kejadian di warung dan sepanjang perjalan diceritakan ulang, ayah yang irit bicara itu sontak berubah seratus delapan puluh derajat.
Duh, kalau mengingat kejadian ini, saya benar-benar ingin membayar semuanya dengan bakti, untuk besarnya pengorbanan orangtua kepada saya anaknya. Menjadi orangtua, bukan perkara yang mudah, selain menuntaskan tantangan menghidupi keluarga musti berhati jembar menuntun anak-anaknya.
Dalam sujud dan munajat panjang, saya haturkan doa untuk almarhum ayahanda, smoga dilapangkan kubur dan diterangkan jalannya. Untuk ibunda yang sudah sepuh, semoga senantiasa dianugerahi kesehatan dan panjang usia, sehingga saya berkesempatan berbakti.
-------Â
Beda jaman beda kebiasaan, kemajuan teknologi mempermudah akses informasi, termasuk informasi tentang pengasuhan. Saya penggemar buku genre parenting, beberapa buku tentang pengasuhan saya miliki, membahas hubungan anak dan orangtua.
Sebagai ayah, saya tidak menjaga jarak dengan anak, tak segan meluangkan waktu pergi berdua, bercerita dari hati ke hati dan bersenda gurau. Dua anak saya lumayan dekat, tidak canggung ngobrol dan bercanda dengan ayahnya, bahkan sesekali curhat dengan apa yang dialami (saya yakin ayah lain melakukan hal serupa).
Sayapun berusaha tidak mau ketinggalan moment, menyimak dan menanggapi dengan sungguh, ketika anak berbicara agar dia nyaman dan tidak diabaikan keberadaannya. Kedekatan orangtua dan anak, bisa dibangun setiap saat dalam keseharian, melalui komunikasi dan interaksi yang terjalin dua arah.
Menurut saya, semua waktu sebenarnya bisa disulap, tetapi (bagi saya) ada saat-saat romantis bisa dimanfaatkan, guna menambah kedekatan antara orangtua dan anak.
Kapan saja itu ?
Bangun Tidur Pagi Hari
"Kakak/ adik, bungun yuk sholat, sudah adzan subuh tuh." Bagi kaum muslim, subuh adalah waktu keemasan beribadah, suasana hening menghadirkan kekhusyukan. Bayangkan, ketika pikiran anak-anak masih dalam keadaan kosong di pagi hari, disambut ajakan beribadah dan yang mengajak adalah orangtuanya.
Niscaya di benaknya akan tertanam kuat, keutamaan menegakkan sholat lima waktu, dan orang terdekat mereka (ayah dan ibu) yang akan diingat (karena yang mengajak). Subuh yang syahdu, akan menjadi saat untuk membangun kedekatan, dimulai wudhu bersama sholat berjamaah (bagi pria dianjurkan di masjid).
Moment ini akan membekas, akan dicontoh dan (semoga) dijadikan kebiasaan anak-anak hingga mereka dewasa dan berumah tangga. Bukan tidak mungkin, kebiasaan ini akan menjadi warisan kebiasaan, kelak setalah orangtua tiada, selalu dihadirkan dalam doa waktu subuh
Mengantar Anak Berangkat Sekolah
Saya pribadi, sangat menikmati aktivitas mengantar anak berangkat sekolah. saat anak-anak memeluk saya dari belakang, tangan-tangan kecil mendekap erat pinggang ini. Saya sangat enggan melewatkan kebersamaan, biasanya memanfaatkan dengan ngobrol apa saja, topik yang terlintas di benak agar suasana cair.
"Adik, itu yang naik motor di depan, teman kamu?"
"Bukan, itu kakak kelas" Apapun jawabanya bukan masalah, yang penting kami bisa ngobrol, kadang bahasan melebar kemana suka.
Biasanya obrolan baru berhenti, setelah roda dua kami naiki melambat, antre dengan motor lain memasuki halaman sekolah, Setelah si kecil turun, hidung mungilnya bertemu dengan punggung tangan si ayah, "Belajar yang rajin ya nak" pesan saya.
Saya tak langsung pergi, mengamati kaki kecil melangkah menuju kelas, sampai tubuhnya hilang dibalik pintu ruangan.
Ketika Ayah Pulang Kerja
Sebagai freelancer, jam kerja saya tidak berpatokan pada office hour, kadang saya pulang tengah malam, kadang bisa pulang cepat. Ada satu hal saya perhatikan, kebiasaan anak-anak menunggu ayahnya pulang, dan saya membaca apa yang di batin mereka, yaitu mengharap oleh-oleh.
Maka sebelum sampai rumah, saya meyempatkan diri mampir ke warung terdekat, sekedar membelikan wafer atau biscuit atau camilan kesukaan anak. Hanya keluar uang dua tiga ribu saja, tetapi bahwa cara ini terbukti manjur, membuat hati anak gembira dan berbunga-bunga.
Bukan tidak mungkin, ayah di mata anaknya, akan menjadi orang yang dinatikan kedatangannya dan menjadi sosok yang diharapkan kehadirannya.
Mungkin semasa anak masih kecil, ayah ditunggu karena oleh-olehnya, tetapi ketika beranjak dewasa, ayah ditunggu karena kehadiran untuk hal yang lain.
Â
Anak Menjelang Tidur
Lelah setelah seharian beraktivitas, biasanya diakhiri dengan menuju tempat peraduan, anak-anak sudah siap-siap di ranjang hangatnya. Ayah musti sempatkan waktu, lima sepuluh menit berbincang hal-hal yang menyenangkan sepanjang hari atau harapan masa mendatang.
Kalau anak masih balita, bisa didongengin dengan kisah-kisah sarat pesan, yang diambil dari kisah nabi atau orang hebat lainnya. Pesan pesan kebaikan, biarlah dibawa dalam tidurnya, menjadi mimpi yang akan memotivasi untuk mengejar di kemudian hari.
------
Para ayah dan ibu, demikian beberapa moment romantis yang mungkin kalian bisa dimanfaatkan untuk membangun kedekatan dengan anak. Kalau ternyata masih ada moment lain tak kalah romantis, monggo silakan menambahkan atau bisa membuat artikel lain untuk melengkapi.
Masa kecil annak-anak itu berlaku sangat singkat, kita orangtua akan sadar setelah anak bertumbuh dan mulai menolak ajakan pergi bersama. Ketika anak-anak beranjak puber, secara alami dia akan mengarungi dunianya, mulai enggan sering-sering dengan orangtuanya.
Memanfaatkan kebersamaan semasa anak masih kecil, bisa menjadi strategi memupuk memori tentang si orangtua di mata anak. Sehingga ketika kelak mereka dewasa, orangtua adalah orang yang kali pertama dituju baik dalam lahir maupun batinnya.
-semoga  bermanfaat-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H