Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengirim Anak ke Pondok Itu Kuat-kuatan Orang Tua

26 Maret 2019   04:18 Diperbarui: 27 Maret 2019   21:04 2592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suasana di pondok- dokpri
Suasana di pondok- dokpri

Tapi tahan dulu, kepala musti tetap dingin, agar bisa berpikir waras, bahwa ketidaktahanan yang dirasakan orangtua, tidak lebih luapan emosi sesaat. Kalau sudah bergelar orangtua, artinya sudah melintasi aneka masalah dan pahit getir pengalaman, seharusnya punya kadar kesabaran lebih, Lagian coba pikir dan renungkan, lucu kan, kalau seorang ayah atau ibu yang sudah dewasa, berhadapan dengan anak seumuran anaknya-- hehehe. 

Apalagi kalau si orangtua, kemudian membuat perhitungan dengan anak (yang membully), biasanya disertai gertakan ini dan itu agar membuat keder.

HALLOOO, untuk alasan apapun, tidak sepatutnya orangtua mengumbar amarah dengan cara mengomeli anak orang lain (yang mem-bully). Kalau itu si anak mengadu balik ke orangtuanya, kemudian ayah atau ibunya tidak terima, bisa-bisa masalah jadi berlarut-larut kan ---hadeuh.

Terus bagaimana dong sikap orangtua ? yang perlu dikuatkan adalah anak kita sendiri, dinasehati dan diberi pengertian semampunya. Bahwa apa yang kini tengah dia alami, adalah pupuk yang akan menyuburkan pohon mental bagi keperkasaan dan kemandirian kelak.

Mengalami dibully, bisa menjadi kesempatan belajar mengasah sikap empati, jadi tahu bagaimana rasanya ketika melihat orang lain berada di pihak dia (seperti) saat ini. Hanya dengan sikap empati, akan menuntun seseorang, tidak berlaku dan menghindari sikap tidak mengenakkan seperti pernah dirasakan.

"Tapi, masa kakak harus ngalah terus," bantahnya

"Kalau sudah keterlaluan, sesekali  gak papa dilawan," ujar saya

Melawan, bisa menjadi senjata terakhir, setelah si pembuly berbuat kebablasan dan membuat anak kita merasa terganggu. Tapi usahakan mengajari anak, melakukan perlawanan tidak langsung secara fisik, melainkan dengan cara yang elegan (misalnya berunding).

Pada satu kesempatan sewaktu menyambangi, secara tidak sengaja saya bertemu dengan anak yang membully  anak saya. Saya melihat garis wajah dan mimik ala anak ABG, memandangi perawakan yang dalam masa pertumbuhan, memperhatikan gesture, tiba-tiba jiwa keayahan ini mengemuka.

"Teman-teman anak di Pondok, sejatinya tak ubah seperti anak saya sendiri," bisik batin ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun