Kalau mau berpikir sejenak, ketidakenakkan demi ketidakenakan (sebenarnya) memang dibutuhkan, justru sebagai jalan untuk merekatkan hubungan suami istri.
Masa pedih dilalui yang dalam pernikahan, sesungguhnya bisa menjadi peluang untuk saling membahu dan saling mengokohkan satu sama lain.
Sangat penting bagi suami dan atau istri, masing-masing terus belajar bertoleransi, belajar memaklumi perbedaan dan kebiasaan satu sama lain.
------
Coba amati sol sepatu, untuk menyatukan, mula-mula seluruh permukaan alas dan pinggiran sepatu harus diolesi lem secara merata.
Setelah lem dioles pada dua permukaan, harus diangin-anginkan beberapa saat sampai lem setengah mengering, setelah siap direkatkan sepatu diketok-ketok beberapa kali. Hasilnya, dua bagian sepatu lengket dan kuat, Â menjadi sepatu yang kuat siap dipakai melewati panas dan hujan.
Masing-masing bagian tidak boleh mengedepankan ego, terserah si tukang sol sepatu, pada bagian mana dioles lem lebih tebal dan bagian mana lebih keras diketok dengan palu.
Setiap pihak musti menerima dengan penuh kelapangan hati, segala ketidakenakan serta ketidaksempurnaan yang dimiliki pasangannya.
Setiap pihak musti bersedia dan menyediakan diri, saling melengkapi satu sama lain dan menutupi kekurangan belahan hati.
Kalau sikap demikian sudah dikedepankan, saya yakin kalimat 'Dunia Milik Berdua' bukan sekedar pemanis belaka tetapi memang sudah teruji