Selembar surat undangan ditunjukkan istri, rupanya sahabat lama tidak bertemu menikah. Pada usia (akhirnya kami ketahui) 44 tahun, dilamar seorang duda ditinggal mati istri.
Saat hendak mengucapkan ikrar suci, sang suami genap 57 tahun dengan tiga cucu, sempat ditentang empat anaknya, tapi pernikahan sederhana tetap dilangsungkan.
Dari cerita istri yang saya dengarkan, saya tahu bagaimana usaha ibu petugas loket menemukan belahan jiwa.
Kisah lain terbetik, memasuki sepuluh tahun usia pernikahan, pesan bahagia masuk di handphone. Terkabar dari teman baik (si penantang) , bahwa sang istri sedang berbadan dua.
"Alhamdulillah"Â
Batas Kesabaran itu Diri Sendiri
Dua kata mampir di benak, yaitu "Sabar" dan "Usaha", merangkum perjalanan panjang dan jerih payah dilalui dua kenalan baik kami.Â
Ketekunan dan ikhtiar ibu petugas loket, menemui jawaban dengan datangnya lamaran duda empat anak dan tiga cucu. Sementara penantian panjang suami istri sahabat kami, setelah melewati kesabaran dan berusaha pantang menyerah selama sepuluh tahun lebih.
Sungguh, saya terinspirasi pada dua teman keren ini, menyadarkan bahwa yang membatasi kesabaran adalah diri sendiri. Kalau ada kalimat 'Sabar ada batasnya,' jawabnya beragam, akan mencerminkan seberapa ketangguhan setiap orang menjalani ujian hidupnya.
Setiap orang dengan pilihan sendiri sendiri, pasti melewati kesedihan dan kesukaan yang tertakar oleh hukum kehidupan. Sedih dan suka memiliki porsinya sendiri, keduanya sangat dibutuhkan, akan memberi nutrisi pada jiwa manusia.