Saya yakin kita semua sepakat, bahwa Danau Toba dan Pulau Samosir adalah kepingan Surga. Sejauh mata memandang, tiada hal lain yang tampak kecuali keindahan.
Menyapu pandang dari puncak ketinggian, dua bola mata dimanjakan dengan hamparan hijau pepohonan dan biru air permukaan danau. Saya sangat menikmati dari detik ke detik berjalan, rasanya ingin menggandakan setiap satu menit menjadi enampuluh kali lipat. Membiarkan rongga dada penuh sesak, menampung O2 bersih tanpa campuran polusi udara dan membiarkan bersemayam di paru-paru.
Pemerintah telah menetapkan Danau Toba di Sumatera Utara, sebagai "Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)". Sementara spuluh lokasi wisata prioritas di Indonesia hendak 'disulap' menjadi Bali baru, menempatkan Danau Toba dalam tiga besar bersama Tanjung Kelayang di Bangka Belitung dan Mandalika di NTB.
Saya membayangkan, kelak turis tidak lagi mengidentikkan Indonesia dengan Pulau Dewata saja. Di benak wisatawan mancanegara tertanam, negara Indonesia identik dengan Danau Toba dan sembilan destinasi prioritas lainnya.
Menjejak kaki di negeri bak nirwana, saya mendapati jawaban, mengapa danau yang melingkari tujuh kabupaten ini masuk dalam urutan atas destinasi prioritas. Selain keindahan tidak akan terbantahkan kata, masih banyak aspek perlu dibenahi, salah satunya ketersediaan dan kemudahan akses menuju lokasi wisata andalan.
***
Jalan yang menjelujur dari desa Untemungkur, hingga Hotanagodang Tapanuli Utara, kini tengah dilakukan pembangunan pedestrian dan lampu penerangan jalan. Lokasi jalan raya, berada persis di tepian Danau Toba, ketika saya melintasi, tinggal menengok ke kanan langsung mendapati hamparan air biru. Saya bisa melihat kapal fery membelah danau, mengantarkan orang dengan aneka macam keperluan, untuk meningkatkan kualitas hidup.
Menurut Rahmat P Lubis, Pengawas Lapangan, Satuan Kerja Pengembangan Kawasan Pemukiman Strategis (PKPS) KemenPUPR, Dirjen Cipta Karya, ada empat jalan tengah dibangun, yaitu J1 sepanjang 444 m, J2 480 m, J3 Utemungkur 865 m (aspal) dan J4 panjang 890 m.
"Hal ini dimaksudkan untuk mendukung wisata Danau Toba," jelas Rahmat.
Proyek KemenPUPR ini sendiri, sudah dimulai sejak September 2017, meliputi Tapanuli Utara, Samosir, Toba Samosir dan Simalungun. Proyek meliputi pengaspalan, drainase, lampu penerangan dan pedestrian, nanti pada tanggal 15 Desember 2018 sudah bisa di ujicoba.
Dulu, ketika masih berseragam merah hati putih, setiap hari libur saya punya jadwal membantu ibu berjualan di pasar. Tugas saya adalah menata barang dagangan sebelum ibu datang, membungkus gula pasir dalam plastik kiloan, mengisi botol pembeli dengan minyak goreng curah.
Maka, ketika kembali berada di tengah pasar, atmosfir masa lampau itu meresap ke pori-pori, merasakan betapa pasar adalah denyut kehidupan itu sendiri.
"Maunya pengin pembangunan (pedestrian) cepat rampung, biar (akses menuju) Â pasar jadi lebih bagius dan rapi," ujar Inang penjual baju, yang enggan menyebut nama.
Sementara  seorang Ibu dengan anak kecil sedang berbelanja, merasakan pembangunan pedestrian menuju pelabuhan penyebrangan muara, akan menambah rapi dan tertib. Si ibu berharap, setelah pengerjaan pedestrian dan lampu jalan selesai, bisa mencoba berjualan makanan kecil yang terbuat dari singkong.
Menerawang Toba dari Rest Area Tele Geopark
Saya yakin Kompasianer pernah menyaksikan indahnya pemandangan dari atas bukit. Merasakan sejajar dan (seolah) menyentuh awan, mendekati mendung hendak menjelma hujan.
Dari menara pandang, Kawasan Wisata Tele Geopark Danau Toba Kabupaten Samosir inilah, saya bisa melihat semua keindahan dari atas, termasuk hujan dari kejauhan. Kementrian PUPR, melalui Badan Peneliti dan Pengembangan (Balitbang), telah membangun menara pandang, menjadi sarana wisatawan menikmati keindahan Danau Toba.
Tempat wisata ini juga menyediakan lima toilet wanita, tiga toilet pria dan satu toilet difabel, dilengkapi juga mushola, ruang menyusui dan area parkir yang relatif luas. Sementara pada lantai dua memiliki luas 214 m2, dibangun rumah kaca sebagai ruang serbaguna dengan kapasitas 40 orang.
Ada satu tempat di lantai dua, yang tidak boleh dilewatkan kalau sudah di sini. Adalah  balkon yang menghidupkan naluri netizen saya---hehehe, bersama dua blogger lain kami segera memasang aksi. Alhasil, tongsis dan kamera depan smartphone lebih banyak berfungsi, karena punya tugas mengabadikan selfie atau (lebih sering) groufie.
Pengolahan air limbah dengan menggunakan teknologi biofil, air limbah yang kemudian diproses menggunakan sistem anaerobik dalam bak penampungan berkapasitas 5000 liter. Dari rangkaian pengolahan tersebut, ujungnya air tersebut dialirkan ke empat kolam sanita.
***
Hari beranjak gelap, sembari menuju penginapan kami melewati proyek pelebaran jalan dan pekerjan rutin, untuk jalur, Onan runggu -- Nainggolan -- Pangururan -- Simpang Tele.
Kami menemui Harry Agustian, General Super Intenant PT Guna Karya Nusantara dan Effendi Munthe, Side Engineer, Konsultan Supervisi PT.Buana Arsikon
Menurut Harry, Proyek jalan sepanjang total 69 KM ini, terbagi dari 47 KM untuk pelebaran dan sisanya 22 KM sebatas pemeliharaan. Pengerjaan pelebaran (dari 4 - 4.5 meter) menjadi maksimal 5,5 meter, mulai dikerjakan sejak Desember 2016, berakhir pada Desember 2019.
"Jalur Tele -- Pengururan adalah satu satunya pintu masuk ke danau Toba melalui darat, diharapkan kendaraan akan semakin bertambah setiap tahun" tambah Effendi
Â
Akhirnya langit benar-benar gelap, kami bergegas menuju penginapan di tepi Danau Toba, dan saya akan kisahkan lanjutan perjalanan bersama Biro Komunikasi Publik Kementrian PUPR pada kesempatan berikutnya. Horas!