Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menikah adalah Kesempatan untuk Mendewasa Bersama

11 September 2018   21:16 Diperbarui: 11 September 2018   21:33 1081
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapapun pasti siap,  menerima pasangan dalam kondisi sukses dan senang. Sukses dalam arti mapan,  (bisa dibilang)  dari sisi karir dan tentunya perkonomian. 

Pasangan mana tidak gembira, setelah menikah langsung punya runah sendiri untuk ditinggali. Pergi kemana-mana, sudah ada kendaraan di garasi dan supir siap mengantar.

Namun perlu disadari, bahwa kehidupan tidak selalu berjalan ideal. Banyak sekali keadaan, "mengharuskan" kita untuk menyesuaikan diri, antara harapan dengan kenyataan yang dihadapi. Pada kondisi tidak ideal inilah, kesempatan bagi pasangan (suami dan atau istri) belajar menerima keadaan belahan jiwa.

Ada suami dan istri bekerja, kebetulan penghasilan belum seberapa. Ada suami saja bekerja dan istri di rumah, harus pintar mengelola pendapatan yang ada. Ada istri punya jabatan dan gaji, ternyata lebih tinggi dari sang suami.Begitu seterusnya dan seterusnya, masalah datang menghampiri, problem pasca pernikahan selalu ada tak ada habisnya.

Namun, bukankah otot-otot yang kokoh, lahir setelah dipakai angkat berat dan rajin bergerak (baca bekerja). Bukankan pisau tajam baru didapati, setelah melalui proses diasah berulang dengan telaten.

Pun dengan mental manusia, butuh sarana untuk membentuknya menjadi lebih arif (baca dewasa). Bahwa masalah kehidupanlah, yang akan membentuk mental manusia, menjadi lebih dewasa menghadapi hidup.

Prosesi temu manten- dokumentasi pribadi
Prosesi temu manten- dokumentasi pribadi
Kekokohan pernikahan tercipta, saat istri dan atau suami sepenuh kesadaran berproses bersama. Pasangan suami istri yang kompak, siap menghadapi dan menyelesaikan masalah bersama-sama. Musim boleh berganti, tetapi hubungan suami istri musti seiring.

Saya membayangkan indahnya pernikahan, apabila setelah menikah, suami dan istri berlomba saling memuliakan. Sikap memuliakan itu berlaku sangat umum, tidak selalu identik dengan kepemilikan bendawi. Tidakselalu berupa pemberian barang berharga, dengan nilai fantastis.

Memuliakan bisa dipersembahkan, melalui ucapan terbaik, perhatian sepenuh hati, sikap dan perilaku yang membuat pasangan merasa nyaman. Mungkin prakteknya (memuliakan) tidak mudah, tapi justru di sinilah tantangannya.

Menikah adalah Kesempatan Mendewasa Bersama

Apabila sebuah pernikahan diniatkan ibadah, maka akan memantik tekad memperjuangkan hingga akhir hayat. Yang akan dinilai kehidupan, adalah seberapa keras upaya kita, bukan hasil yang dicapai di akhir perjuangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun