Siapapun pasti siap, Â menerima pasangan dalam kondisi sukses dan senang. Sukses dalam arti mapan, Â (bisa dibilang) Â dari sisi karir dan tentunya perkonomian.Â
Pasangan mana tidak gembira, setelah menikah langsung punya runah sendiri untuk ditinggali. Pergi kemana-mana, sudah ada kendaraan di garasi dan supir siap mengantar.
Namun perlu disadari, bahwa kehidupan tidak selalu berjalan ideal. Banyak sekali keadaan, "mengharuskan" kita untuk menyesuaikan diri, antara harapan dengan kenyataan yang dihadapi. Pada kondisi tidak ideal inilah, kesempatan bagi pasangan (suami dan atau istri) belajar menerima keadaan belahan jiwa.
Ada suami dan istri bekerja, kebetulan penghasilan belum seberapa. Ada suami saja bekerja dan istri di rumah, harus pintar mengelola pendapatan yang ada. Ada istri punya jabatan dan gaji, ternyata lebih tinggi dari sang suami.Begitu seterusnya dan seterusnya, masalah datang menghampiri, problem pasca pernikahan selalu ada tak ada habisnya.
Namun, bukankah otot-otot yang kokoh, lahir setelah dipakai angkat berat dan rajin bergerak (baca bekerja). Bukankan pisau tajam baru didapati, setelah melalui proses diasah berulang dengan telaten.
Pun dengan mental manusia, butuh sarana untuk membentuknya menjadi lebih arif (baca dewasa). Bahwa masalah kehidupanlah, yang akan membentuk mental manusia, menjadi lebih dewasa menghadapi hidup.
Saya membayangkan indahnya pernikahan, apabila setelah menikah, suami dan istri berlomba saling memuliakan. Sikap memuliakan itu berlaku sangat umum, tidak selalu identik dengan kepemilikan bendawi. Tidakselalu berupa pemberian barang berharga, dengan nilai fantastis.
Memuliakan bisa dipersembahkan, melalui ucapan terbaik, perhatian sepenuh hati, sikap dan perilaku yang membuat pasangan merasa nyaman. Mungkin prakteknya (memuliakan) tidak mudah, tapi justru di sinilah tantangannya.
Menikah adalah Kesempatan Mendewasa Bersama
Apabila sebuah pernikahan diniatkan ibadah, maka akan memantik tekad memperjuangkan hingga akhir hayat. Yang akan dinilai kehidupan, adalah seberapa keras upaya kita, bukan hasil yang dicapai di akhir perjuangan.