Sejak gelaran Pilpres 2014, wajah halaman medsos saya tampak berubah. Ujaran kebencian tak ada selesainya, dari dua kubu saling berseteru. Apapun topik atau peristiwa sedang terjadi, selalu "digoreng" dua kubu berseberangan.
Event Kompasiana Prespektif di bulan Ramadan lalu, bersama Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin, membuka pandangan Pak Menteri tentang cara efektif melawan hoak.
Menurut Lukman Hakim, kita berada pada abad, dimana peradaban manusia mengalami perubahan mendasar. Manusia hidup di dua dunia sekaligus, yaitu dunia nyata dan dunia maya.
Dalam berinteraksi di dunia nyata, kita masih menjaga sisi kemanusiaan. Seperti halnya hidup keseharian, kita bertemu saling bertegur sapa dengan baik. Menjaga adab dan sopan santun, begitu menjaga hubungan baik.
Pergaulan di dunia nyata, kita sangat mengedepankan tata krama. Memilih kosa kata dan diksi terbaik, menjaga sikap agar lawan bicara tidak tersinggung. Menujukkan ekspresi bersahabat saat berhadapan, memperlihatkan gesture ramah dan dekat.
Berbeda dengan interaksi di dunia maya, cenderung menihilkan ekspresi dan gesture. Tak jarang emosi (dalam arti luas) mengemuka, ketika mendapati tulisan atau status di medsos tidak sejalan dengan pemikiran sendiri.
Saya pernah dibuat kaget, dengan satu teman yang rame banget di medsos. Begitu ketemu di satu acar blogger, Â kenalan ini pendiam dan ngomong sekedarnya saja. Bahkan cenderung kaku, reaksinya dingin saat diajak bercanda.
Lain dunia nyata, lain di dunia maya. Status medsos teman pendiam ini, benar-benar di luar dugaan saya. Status cenderung provokatif dan menyulut emosi, Â kerap diumbar dan terkesan menyerang sebuah kelompok.
"Bang, akun medsosnya dihack orang ya?" tanya saya via Japri.
Awal membaca status di medsos, saya mengira akun kenalan ini disalahgunakan orang lain. Japri saya tidak berbalas, akhirnya saya bisa menarik kesimpulan sendiri. Pihak lain yang merasa diserang, balik menulis status tandingan tidak kalah pedas. Berujung perang status, hubungan pertemanan rusak berantakan.
Saya (terpaksa) meng-unfriend akun medsos ini, akun pembuat kegaduhan. Â Rela mengorbankan persahabatan, gara-gara tidak sepaham dengan pilihan politik. Mungkin saya dan anda sepakat, bahwa ujaran kebencian, hoak, umpatan, fitnah, menjadi bagian dari fenomena medsos saat ini. Bagi yang lemah pertahanan diri, akan mudah terpancing dan tersulut amarah.
Hati adalah landasan paling mujarab, agar bisa berdialog dengan menjaga sisi kemanusiaan. Sudah semestinya, hati menjadi orientasi mengekspresikan situasi apapun, Â dalam menyampaikan pandangan dan atau pikiran dalam bentuk tulisan di medsos.
Lebih lanjut, Menag Lukman Hakim mengajak Kompasianer, lebih  memahami esensi agama. Apa itu esensi agama? Agama adalah cara Tuhan, agar umat-NYA kembali ke jati diri kemanusiaan.
Manusia sebagai hamba, pada fitrahnya mengabdikan diri kepada Sang Khaliq. Manusia sebagai khalifatullah, mengemban tugas mengelola alam semesta. Bentuk pengelolaan alam, sebagai wujud penghambaan pada Tuhan.
Agama menjadi alasan, manusia kembali ke kodrat kemanusiaannya. Kodrat manusia, adalah menebarkan kebaikan dan kedamaian bagi sesama. Islam berarti salam artinya menebarkan damai, agama Kristen mengajak menebarkan kasih sayang, umat Hindu Budha menebarkan darma Orang mengatasnamakan agama, tapi menebarkan perang, kekerasan, kebencian, berarti ada yang salah dengan cara berpikir.
Apakah perlu menghindari medsos?
Menurut Pak Menteri, medsos juga memiliki dampak positif juga. Banyak ilmu bisa dipetik, banyak pertemanan bisa diawali dan dijalin melalui medsos.
"syarat utamanya jangan baper," imbuh Lukman Hakim.
Seperti kita tahu, Pak Lukman punya akun dan aktif di twitter. Beberapa cuitan Pak Menteri, pernah menjadi perbincangan ramai di dunia maya.
Prinsip tidak baper dipegang Pak Lukman, membuatnya tidak mudah tersulut emosi. Dihadapi dengann klarifikasi obyektif, tidak sekedar membela diri
4 Langkahku Menangkal Konten Negatif, Jika Aku Menjadi Menteri Agama
Pada era teknologi digital saat ini, semua turunan terkait teknologi, mau tidak mau, suka tidak suka, melekat di semua elemen kehidupan.
Semua produk terkait kebutuhan hidup sehari-hari, bersentuhan dengan namanya teknologi. Maka banjir aplikasi sedang terjadi, semua dibuat demi memudahkan urusan manusia.
Era digital tengah berlangsung, kita terima dengan segala konsekwensinya. Setiap situasi bagai pisau bermata dua, ada sisi positif dan ada sisi negatif. Tinggal pribadi yang menangkap situasi, akan mengolahnya menjadi energi bermanfaat atau mudharat. Sementara yang tidak mau update teknologi, dijamin ketinggalan jaman, akibatnya kerepotan mengikuti perubahan masa.
1. Memulai Dari Diri dan Lingkungan Terdekat.
Kalau saya menjadi Menag, saya akan aktif di medsos. Aktif mempromosikan akun medsos, di berbagai kesempatan di hadapan orang banyak. Dengan metode promosi dan pengaruh seorang mentri, saya yakin jumlah follower akun medos meningkat siginifikan.
Kesempatan ini (punya banyak follower) saya manfaatkan, aktif menuliskan berita inspiratif pembangkit semangat. Kebiasaan baik sebagi menteri, (saya yakin) akan membawa dampak bagi follower meski (mungkin) sedikit.
Misalnya, saya punya total follower satu juta ( di FB, IG, Twitter, path). Kalau suapuluh persen pengikut terinspirasi, kemudian postingan positif diviralkan. Upaya baik ini, akan menjadi ladang amal baik di dunia maupun alam kekal.
Hal yang sama, saya tularkan pada orang-orang terdekat. Mulai dari istri, anak, saudara kandung, kerabat begitu seterusnya.
Kemudian terus berkembang, dilakukan di keluarga besar Kemenag di seluruh Indonesia. Mengajak membuat akun medsos, kemudian menyebarkan konten positif.
Aktivitas sebar konten positif di medsos, butuh waktu panjang dan berkelanjutan. Tapi kalau dilakukan secara konsisten, saya yakin akan terjadi efek domino.
Sebagai blogger saya kerap mendatangi undangan, yang diadakan oleh Kementrian, BUMN, lembaga atau instansi pemerintah lainnya.
Sepanjang acara di kantor pemerintahan ini, seperti biasa ada live tweet atau live IGÂ dengan menyertakan satu hastag yang ditentukan.
Hasil ngetweet sepuluh atau duapuluh blogger, sanggup menaikkan hastag di medsos dan menjadi treding topic di dunia maya. Bahkan pernah di salah satu BUMN, hastagnya menjadi treding topic nomor satu dunia.
Menag memiliki akses dan jaringan komunikasi intens, dengan para Menteri atau pejabat lainnya. Komunikasi terjadi di level pejabat, sangat mungkin untuk berbagi informasi tentang program dijalankan di setiap kementrian.
Apabila ada program dari instansi lain, memiliki korelasi dengan Kementrian Agama, kenapa tidak saling bersinergi. Atau minimal nitip hastag, kalau kementrian lain sedang ada event yang besar.
3. Menggandeng Netizen (ini paling saya tunggu)
Tak bisa dipungkiri, Bolgger atau Netizen adalah pemroduksi konten di dunia maya. Melihat kenyataan ini, selaku Menag saya akan membuat "Komunitas Blogger dan Netizen Kemenag."
Para pasukan dunia maya ini, akan saya jadikan ujung tombak mengisi laman utama medsos Kemenag. Melalui ujung jari  para blogger dan netizen Kemenag, ingin saya sebarkan konten positif lengkap dengan hastagnya.
Kalau Blogger atau Netizen diberdayakan dengan berkesinambungan, niscaya nama Kemenag merajai ranah medsos, hastag Kemenag menjadi familiar. Â
Ajang car free day (CFD), marak dilakukan di berbagai kota besar di Indonesia. Kemenag bisa memanfaatkan moment CFD, dengan membuka booth dan melakukan sosialisasi terkait konten positif.
Agar menimbulkan minat masyarakat yang sedang ber-CFD, di booth Kemenag diadakan aktivitas menarik, seperti games atau kuis sekaligus disediakan hadiahnya.
Selain event offair di booth atau kegiatan lapangan, mengadakan kuis serupa melalui medsos Kemenag. Sehingga time medsos, atau kanal promosi dimiliki Kemenag, benar-benar efektif dan berdaya guna.
Berbagai upaya akan saya lakukan, sehingga masyarakat terlibat aktif dalam kampanye konten positif ala Kemenag.
-00o00-
Sesuatu yang besar, dimulai dari hal yang kecil dan sederhana, kemudian dikerjakan dengan tekun dan sungguh.
Sambil menjalankan ide, biasanya muncul trial dan eror yang akan menjadi bahan evaluasi. Namun jangan kawatir, dari kesalahan tersebut justru memunculkan ide lebih bagus.
Selama bumi masih berputar, kebenaran dan kedholiman akan terus ada dan berperang. Tinggal manusianya sendiri, memilih berada di pihak yang mana (benar atau salah).
Sebagai umat beragama, sudah semestinya kita berada di pihak yang baik. Dengan mengabarkan kabar positif, membawa pesan damai dan tentram.
Jangan lupa, ajak orang lain ikut kampanye kebaikan dengan itikad baik juga. Semakin banyak pihak telibat meyebarkan konten positif dari Kemenag, niscaya dampaknya akan semakin luas dan besar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H