Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Buah Hati Baru Masuk Pesantren, Ini Tips Atasi Rasa Kangen pada Anak

13 Juli 2018   10:50 Diperbarui: 13 Juli 2018   13:41 10801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Melepas anak ke pesantren (Koleksi pribadi)

Memutuskan anak masuk ke Pondok Pesantren, memang sebaiknya tidak buru-buru. Banyak hal perlu dipersiapkan, agar si anak dan atau orang tua siap dengan konsekuensi. Semua keadaaan diperkirakan, sangat bisa dikondisikan dari jauh hari.

Misalnya, apabila orang tua lebih dulu punya inisiatif, selepas sekolah dasar anak henda dimasukkan ke pesantren. Alangkah baiknya, perlahan mulai dibicarakan sejak anak (misal) duduk di kelas empat. Anak mulai kerap diajak ke pengajian, dilatih rutin sholat berjamaah di masjid, atau mulai diajak diskusi tentang hal paling sederhana, dikaitkan dengan ilmu agama. Pada tahap ini, orang tua benar-benar menjadi teladan.

Sama-sama berproses dengan perlahan, hingga mencapai kata sepakat antara orang tua dan anak. Keputusan mondok, sebaiknya keputusan dua belah pihak tanpa ada paksaan. Tinggal terpisah dengan orang tua, menjadi hal yang tidak ringan bagi anak-anak. Pada usia yang menginjak baliq, terbilang dini untuk merantau. Tapi kalau terjadi kesepakatan, semua dijalankan tanpa ada rasa keterpaksaan. Pihak anak dan atau orang tua, menjalani dengan hati lapang (pernah saya ulas di sini).

-00o00-

Minggu pertama anak-anak masuk pondok, biasanya menjadi minggu yang lumayan berat. Hari-hari berjalan begitu lambat, bayangan anak lekat di pelupuk mata. Persis seperti orang yang kasmaran, wajah sang pujaan selalu ikut kemana pergi.

Perasaan berat dialami orang tua (karena saya berada di pihak ini), bisa jadi anak merasakan hal serupa. Saya masih ingat, perubahan sikap dan wajah anak, ketika pamit pulang di hari pertama mengantar lelaki remaja ini ke Pondok.

Meski masing-masing kami berusaha tegar, tetap saja tidak bisa menyembunyikan perasaan sedih. Layaknya melepas sesuatu disayangi, butuh waktu untuk sampai pada tahap penerimaan.

Sampai rumah, orang tua terbayang wajah si anak, ingat kebiasaan anak pada saat masih di rumah. Rumah yang biasanya selalu ada suara ribut, mendadak sepi dan heniing. Kamar tidur biasa ditempati anak, tiba-tiba melompong tak berpenghuni.

Saya masih ingat, di awal pergi merantau puluhan tahun silam. Rasa kangen pada rumah, terasa begitu menggebu di rongga dada. Sampai terbayang setiap sudut ruangan di rumah, kursi tempat ibu menyampirkan serbet makan. Dapur penuh asap, atapnya kotor dan penuh sawang tempat laba-laba tinggal.

Mungkin saja, sekarang anak lanang saya merasakan kerinduan yang sama. Persis seperti dulu si ayah pernah merasakan, kali pertama pergi jauh dari rumah di kampung pelosok Jawa Timur.

Namun, saya percaya, tidak ada masalah yang tidak bisa diatasi. Kita manusia ditahbiskan sebagai makhluk mulia, diberi kemampuan untuk beradaptasi. Seiring berjalannya waktu, kita selalu bisa menyesuaikan diri dengan keadaan di sekitar.

koleksi pribadi
koleksi pribadi

Tips atasi rasa kangen pada anak

Komunikasi melalui guru pembimbing
Peraturan di Pondok Pesantren dengan tegas, melarang anak membawa alat komunikasi (handphone). Namun, hal itu tidak berlaku bagi ustad pembimbing. Kebetulan ada group WA Wali Santri, sang admin selalu update kegiatan anak-anak di Pesanten.

Pada mingu pertama, satu persatu kegiatan di-update melalui group WA. Mulai dari kegiatan sebelum subuh, bakda ibadah subuh, olah raga, ngaji, dan lain sebagainya, secara rutin dibagikan wali kelas. Orang tua bisa punya gambaran, tentang kegiatan keseharian anak di Pesantren.

Melihat foto anak di kegiatan tersebut, bisa menjadi penghiburan sekaligus penawar rindu. Menyaksikan anak giat beribadah, membuncahkan haru dan senang yang bercampur baur. Hati ini bergumam, "Semoga ilmunya bermanfaat, amin".

Simpan foto anak di handphone
Namanya perasaan kangen pada anak, pasti tidak bisa ditebak kapan datangnya. Menyimpan foto dan atau video anak di smartphone, menjadi solusi mengatasi rindu anak yang datang tiba-tiba.

Saat berada di perjalanan di Commuter Line, menunggu bus di halte Transjakarta, atau ketika saat senggang, menjadi waktu tepat mengobati rindu.

Setiap kangen itu datang, saatnya rasa sayang pada anak sedang bertumbuh. Maka merindu, adalah saatnya merasakan kenikmatan bertambahnya perasaan menyayangi buah hati.

Kirim doa sesering mungkin
Apa yang bisa menyambungkan perasaan dua orang, kecuali berdoa sepenuh hati. Doa menjadi pelipur, ketika jarak dan ruang membentangkan. Saya masih ingat pesan ustad, pada hari pertama mengantar anak masuk pesantren. Mondok itu kuat-kuatan, anak dan orang tua musti saling menguatkan. Anak mendoakan ayah ibunya, pun orang tua mendoakan anaknya. Terutama pada seratus hari pertama mondok, menjadi masa-masa awal yang butuh effort lebih.

Buat kesepakatan masalah kunjungan
Obatnya rindu adalah ketemu, tapi kalau kerap bertemu justru anak jadi tergantung. Lazimnya pada bulan pertama, frekuensi jenguk anak bisa dua minggu sekali (kalau rumahnya dekat). Bagi anak yang mondok di luar kota, bisa menjenguk sebulan sekali.

Menurut pengalaman ustad, prosesi menjenguk biasanya berkala bertahan di satu tahun pertama. Masuk pada tahun kedua, anak mulai malu, kalau orang tua kerap kali datang. Sebaiknya tetap dibuat kesepakatan masalah menjenguk, sehingga anak dan orang tua tidak saling menunggu.

-00o00-

santri baru masuk pesantren- dokpri
santri baru masuk pesantren- dokpri
Mengirim anak ke Pondok, berarti sudah siap berpisah (secara fisik) antara anak dan orang tua. Namun saya yakin, semua terasa berat pada awal saja dan sangat bisa diatasi. Kalaupun hati orang tua sedang gundah, upayakan tidak ditunjukkan dihadapan anak. Sedikit saja kita terlihat sedih, biasanya akan menular pada diri si anak.

Pengalaman yang baru seumur jagung, saya mengirimkan anak ke Pondok. Ternyata ada anak dan orang tua, yang mengundurkan diri dari pesantren. Duh, sayang banget kan. Meski baru awal masuk, setidaknya sudah bayar uang pangkal, seragam, buku dan lain-lainnya. Mungkin kerugian uang tidak terlau diperhitungkan, tapi rugi waktu kemana akan diganti.

Pada minggu kedua bulan Juli, sekolah sudah banyak yang tutup Pendaftaran, bahkan ada yang sudah keluar pengumuman. Mau tidak mau, sekolah swasta yang memungkinkan menampung, itupun posisi kita sudah tidak punya pilihan lain. Keputusan mengirim anak ke Pondok, sebaiknya dipertimbangkan jauh hari. Agar sekali melangkah, pantang surut dan menengok ke belakang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun