Lagi-lagi (masih) memanfaatkan aliran air, kali ini dari sumber air. Kebetulan di pojok desa kami, ada dua sumber air dengan lokasi terpisah, berguna untuk mengaliri sawah di desa. Dari air sumber ini pula, dialirkan penampungan air di masjid untuk wudhu.
Nakalnya kanak-kanak, memang menggemaskan dan mencari celah. Menjelang sholat saya berwudhu agak lama, berulang membasuh tangan, muka, kaki merasakan sensasi dingin dari air gunung. Namun ada satu bagian wudhu, yang menyebabkan puasa saya batal, adalah pada saat berkumur -- setelah besar saya tahu, kumur bisa dilewati kalau sedang puasa. Tidak ada yang salah dengan kumur saat wudhu, kesempatan menenguh air sisa kumur akibat kesengajaan menjadikan puasa saya hari itu batal.
"Hayo, minum ya" tegur seorang kakak kelas
"Enggak kok"elak saya
Â
Ibu saya punya warung sembako di pasar, berjualan dari pagi sampai selepas sholat duhur. Pulang ke rumah, biasanya ibu membawa belanjaan untuk keperluan dapur. Ada saja bahan makanan dibeli, satu diantaranya tape singkong atau pisang. Rupanya ibu kerap membuat kolak, sebagai menu membatalkan puasa sekeluarga.
Ulah iseng saya muncul, ketika rasa lapar tidak tertahankan kemudian melihat tape singkong di tas belanjaan ibu-- tepatnya saya tidak kuat iman sih, hehehe. Satu dua sendok tape berpindah di cawan kecil, saya bawa ke belakang rumah dan resmi batal puasa hari itu.
Saya yakin sebenarnya ibu pasti tahu, kalau tape singkong yang berkurang, ulah dari anak ragilnya. Namun ibu tidak pernah bertanya, kenapa bungkusan plastik tape sudah terbuka. Sore hari, semangkok kolak bagian saya tetap tersajikan di meja makan.
Rumah kakek dan nenek saya persis di belakang rumah orang tua, saya cucunya seperti memiliki dua rumah di tempat berdekatan. Makanya kalau tidak sedang di rumah, saya biasa dicari ibu di rumah nenek.