Ajaibnya, kepala ini menjadi lebih ringan. Badan menjadi jauh lebih enakkan. Meski masih ada rasa kuyu di badan, tapi saya bisa mengingat wajah pemain di film tersebut.
Adegan sidang pengadilan, kemudian si penjual telur yang menangis dan diancam. Hanya sekilas-kilas saja, mampir diingatan --untung sekarang ada Youtube, saya bisa melihat ulang dengan lengkap.
Informasi tentang film ini saya dapat selang beberapa bulan setelah menonton. Saya baca judul film dan pemainnya, dari Koran Suara Karya (sebagai Guru, ayah kerap membawa pulang koran ini) yang terbit di hari Sabtu. Nama Yati Surachman dan Hendra Cipta, akhirnya saya ketahui sebagai pemain film Perawan Desa yang saya tonton bersama ibu.
Drama nonton bioskop kali pertama belum selesai, sepulang dari nonton, motor yang kami naiki mogok. Kakak menuntun motor dan ibu mendorong di belakang, sementara saya --bersikeras turun-- dipaksa untuk tetap duduk di motor.
Kalau sedang bernostalgia --melalui sambungan telpon-- saya dan ibu tersenyum mengingat kisah nonton di bioskop Mahendra ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H