Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Pengalaman Pertama Nonton Film Indonesia di Bioskop Medio 80-an

1 April 2018   08:19 Diperbarui: 30 Maret 2021   12:30 3290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bioskop zaman dulu/sumber gambar: duniaindra.com

Pun biasanya, kalau anaknya sakit, ibu paling hanya memberi iming-iming  membelikan makanan kesukaan anaknya. Kalau anaknya sehat, akan dibelikan bakso Pak Gambleh (bakso paling terkenal lezat di kota kabupaten), atau dibelikan tepo tahu (makanan khas Jawa Timur).

merdeka.com
merdeka.com
Sabtu pagi kakak nomor dua --yang sudah kuliah di Surabaya-- tiba di rumah, ibu memastikan bahwa ajakan nonton bioskop sebagai sesuatu yang serius.

Sakit di badan, belum sepenuhnya hilang. Persentasenya kira-kira tinggal 10 persen lagi badan baru bisa pulih seperti sediakala.

"Ayo, siap-siap," ajak ibu usai salat magrib.

Meski saya tidak terlalu bersemangat, tetap saja ibu langsung mengganti baju yang saya pakai dengan kaos lebih bagus.

"Kalau kamu hatimu seneng, pasti lekas sembuh," bujuk ibu sambil memakaikan jaket.

iya.com
iya.com
Roda dua membawa kami bertiga, menembus gelap menuju kota kabupaten. Saya duduk di tengah, diapit kakak -- sebagai pengemudi---dan ibu di belakang.

Semangat ini tak kunjung datang, terbukti sepanjang perjalanan --seingat saya-- mata ini langsung merem dan langsung tertidur. Sehinga saya tidak terlalu ingat bagimana detail peristiwa keberangkatan. Ketika terbangun saya sudah berada di dalam gedung bioskop.

Gedung Bioskop Mehendra, sebagai tempat nonton paling bergengsi kala itu, menjadi tempat di mana saya dan ibu menonton untuk kali pertama. Ya walaupun seumur-umur --sampai gedung ini tutup-- menonton di sini tak sampai terhitung jari.

Di dalam, saya tidak tahu sedang melihat film dengan judul apa, tidak kenal pemainnya siapa saja dan bagaimana jalan ceritanya. Kakak kedua saya --ternyata pernah nonton film ini di Surabaya-- juga tidak ikut masuk, memilih menunggu di luar bioskop.

Setelah masa jauh berlalu, baru saya ketahui alasan ibu bersikeras nonton. Rupanya, kakak nomor dua yang 'meracuni' pikiran ibu. Film Perawan Desa, diangkat dari kisah nyata. Seorang perempuan penjual telur, diperkosa anak seorang pejabat. Yati Surachman sebagai pemeran utama, kala itu sebagai pemain yang diperhitungkan--

Saat pemutaran film, mendadak perut saya mual bukan main. Badan terasa panas dingin, dan akhirnya -- saya ingat betul-- saya muntah di dalam gedung bioskop. Ibu tampak kerepotan, memijit-mijit belakang leher anaknya. Balsem andalan dikeluarkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun