Menurut data BPS (Badan Pusat Statistik), jumlah penduduk Towe Hitam ada 1084, dengan prosentase gizi buruk 3%. kalau tidak segera ditangani, bukan mustahil, angka gizi buruk terus meningkat.
Langkah awal diambil, adalah mengadakan pendataan warga. Tantangan ada  di depan mata, tidak semua warga memiliki rumah, sebagian besar masih hidup nomaden. Kami kesulitan, melakukan  home visit,untuk penyuluhan.
"Saya tidak putus asa !"
Kendala muncul lagi, warga tidak mampu membeli sabun. Meskipun, ketersediaan air jernih --dari aliran sungai, air sangat berkelimpahan.
Di Towe Hitam tidak ada pasar, artinya belum ada aktivitas perekonomian. Warga masih menerapkan sistem barter, hasil bercocok tanam atau berburu ditukarkan dengan kebutuhan lain.
Pernah seorang mama datang, mengantar sayur dan umbi-umbian. Mereka minta ditukar, dengan mie instan atau garam.
Hal menyesakkan pernah terjadi. Pada satu malam, pintu dan jendela rumah dinas digedor-gedor, satu diantara kami mengintip dari celah dinding papan.
Tampak beberapa pemuda, datang dalam kondisi emosi. Mereka berteriak, mengacungkan parang dan anak panah. Dari kata-kata yang ditangkap, mereka menginginkan rokok atau tembakau.
Setelah dihadapi pegawai Puskesmas, mereka pulang sembari marah. Keinginannya tidak terpenuhi- karena team NS tidak ada yang merokok-, tanaman di depan rumah dinas porak poranda.
Padahal, Kebun yang dirusak, sesungguhnya kebun gizi percontohan. Sebagai salah satu ikhtiar, mengajak warga, memanfaatkan lahan atau pekarangan.