Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Pentingnya Orang Tua Melek Literasi Digital agar Paham Istilah "ML"

23 Oktober 2017   05:21 Diperbarui: 23 Oktober 2017   19:50 2454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kakak, temeni ayah jogging ke taman, yuk!"
"Engga ah, Yah, Kakak mau ML."

Haaaah *%#!@!!

Apa ada di benak Anda para orang tua, ketika mendengar atau menyimak percakapan di atas. Mungkin persis seperti saya rasakan, aliran darah mendadak terkesiap, dua bola mata melotot, dengan sinar merah seolah hendak keluar dari tempatnya.

Perasaan tentu campur aduk, antara kaget, takut, bingung, khawatir, dan semua rasa ingin tahu menyeruap langsung memuncak. Saya pernah alami sendiri, ketika mendengar kata "ML" dari bibir mungil lelaki jelang remaja.

Anak yang sudah dididik dengan sebaiknya, berusaha memberi perhatian dan sayang sepenuh hati. Tentu hal terbaik diberikan, agar menjadi anak yang genah.

"Apa? ML ?!!*%??!!"

Suara si ayah setengah teriak, sembari berusaha menahan marah meski hati sudah sangat bergejolak. Saya menahan diri untuk tidak langsung marah, masih berusaha keras untuk mengurai rasa penasaran.

"Itu Yah, Mobile Legend. Pagi ini Kakak mau main sama Bagas."

Mendadak batin ini lega, nafas yang sempat tertahan kini lepas tanpa beban. Jawaban Mobile Legend, sungguh, membuat detak jantung ini kembali normal. Entahlah, apakah si anak tahu kekagetan ayahnya (saya yakin pasti tahu).

"Kakak jalan dulu, Assalamualaikum."

Tangan kecil itu meraih tangan kanan ayah, mempertemukan ujung hidungnya dengan punggung tangan si ayah.

"Waalaikum salam," jawab si ayah dengan sisa-sisa kebengongannya

Tak lama, terdengar engsel pintu gerbang dibuka, sejurus kemudian ditutup. Jagoan kesayangan ngacir, berlalu dengan sepedanya.

Pagi di hari Minggu, saya dibuat terkejut dengan percakapan dengan si sulung. Bahkan sempat dibuat panik, bergegas memastikan maksud dari istilah yang ditangkap gendang telinga. Kata "ML" yang dimaksud, ternyata games "Mobile Legend" yang ada di smartphone.

Mungkin (saya yakin) bukan saya saja, orang tua yang baru mendengar games "ML" pertama kali. Atau bisa jadi, para ayah atau ibu pernah merasakan kegagapan luar biasa seperti pagi itu, dengan pengalaman berbeda tapi nuansanya sama -- kalau ada, saya pengin mendengar kisahnya.

-0-

sumber: mentari.net.id
sumber: mentari.net.id
Era digitalisasi tengah berlangsung, ditandai dengan perubahan di seluruh aspek kehidupan. Semua bertransformasi serba digital, semua kegiatan merujuk pada basis digital.

Mau kirim barang, pesan makanan, order alat transportasi, mencari berita atau informasi, membayar tagihan listrik, bayar air, bayar cicilan ini dan itu, semua telah mengalami perubahan. Kegiatan yang dulunya dilakukan serba manual, kini bisa dilakukan cukup dari layar smartphone kita masing masing.

Siapa sangka, hal ini juga berlaku untuk games, permainan yang kerap dimainkan anak-anak di rumah. Mereka mulai bergeser pola bermain, sudah tidak seperti zaman ayah ibunya kecil. Permainan fisik mungkin kurang menarik, karena ada pilihan permainan yang lebih menarik.

Sebagai orang tua, sudah semestinya kita mau membuka diri. Bahwa zaman anak-anak sekarang, sudah jauh berbeda dengan zaman kita orang tuanya waktu kecil.

Dulu, ayah dan ibu masih bermain ke sawah, main layangan, lari-larian di halaman, main petak umpet, gerobak sodor, congklak, banteng dan permainan fisik lainnya. Karena waktu itu, teknologi belum secanggih saat ini.

Tapi dengan permainan serba digital, anak bisa kurang gerak, badan kurang sigap, gerak kurang lincah dan seterusnya dan seterusnya.

Terus, apa harus dilakukan orang tua?

Melarang gadget, tentu bukan perkara mudah. Bagaimanapun juga, gadget sudah menjadi penunjang untuk kemudahan hidup keseharian.

Perlu digaris bawahi, bagi kita para orang tua, jangan selalu mengonotasikan bahwa gadget adalah benda yang memberi dampak negatif.

Bahwa pemakaian gadget musti dikelola, saya sangat sepakat dengan hal ini. Bahwa memakai gadget bagi anak, musti disepakati dengan ayah dan ibunya, saya sangat mendukung.

Namun melarang pemakaian gadget, menurut saya bukan tindakan yang bijaksana. Bagaimanapun, kita tidak bisa melawan perubahan, karena pergantian dan perkembangan masa menjadi sebuah keniscayaan.

Kalau tidak mengikuti perkembangan, dijamin kita dan anak-anak kita sendiri yang bakal tertinggal. Kalau kita tidak menyesuaikan zaman, kita akan menjadi manusia tidak fleksibel.

Masalahnya, bagaimana agar gadget bisa memberi bermanfaat?

Supervisi menjadi kata kunci, orang tua bersedia melakukan supervisi pada anaknya. Ayah dan ibu dengan senang hati, menyediakan waktu, bersama anak bermain di depan gadget.

Sambil bermain gadget, ayah dan bunda bisa mengarahkan mana permainan baik dan mana yang tidak baik. Mendampingi anak pasti tidak bisa dilakukan setiap saat, namun bisa menjadi peluang untuk memberi masukan.

Jangan lupa, kita para orang tua mesti melek literasi digtal. Terus upgrade pengetahuan seputar digital, agar tidak shock dan tidak gaptek, saat mendengar istilah "aneh" seperti "ML". 

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun