Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tidak Ada Kata "Susah" untuk Berbakti kepada Ibu

11 September 2017   19:58 Diperbarui: 12 September 2017   08:09 2615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berbakti pada ibu membuka pintu rejeki -dokumentasi pribadi

Kompasianer pernah baca atau dengar gak, sebuah quote keren 'seorang ibu bisa mengurus sepuluh anak, tapi sepuluh anak belum tentu bisa mengurus seorang ibu.'

Ketika membaca quote keren ini, jujur saya termotivasi untuk mempraktekkan. Meski bentuk perhatian tidak terlalu mewah, saya telah berusaha semampu dan sebisanya. Sebenarnya, sebelum terinspirasi quote,  ada kisah tak kalah menarik semasa kuliah.

Dulu sewaktu masih ngampus, saya punya teman perhatian dengan orang tuanya. Sebenarnya kami tidak terlalu akrab, sekedar kenal karena satu kampus meskipun beda fakultas.

Teman ini bekerja sambil kuliah, sulung dari lima bersaudara. Rumah kost kami berdekatan, masih satu gang hanya letaknya berseberangan. Karena tetanggaan, sesekali saling main dan ngobrol aneka macam.

Kami ngobrol tentang kampus, pekerjaan, kadang tentang ibu kost kami masing masing. Termasuk cara mengelola keuangan,  yang akhirnya saya ketahui teman ini biasa mengirim uang bulanan untuk orang tua.

'Emang cukup' saya sangsi

'ya dicukup-cukupin'

Mahasiswa pada kelas malam, sebagaian besar diisi oleh para pekerja. Selain lintas profesi dan posisi pekerjaan, dari sisi usianya juga tidak seragam.  Segelintir ibu ibu usia di atas empat puluh, anaknya sudah kuliah di kampus berbeda. Beberapa tampak usia awal tiga puluh, dari raut wajah tampak sudah bekeluarga.

Umur kami dibawah duapuluh lima, tampak mendominasi separoh lebih isi kelas. Nah dari usia dibawah seperempat abad, sebagian ada yang murni kuliah. Sebelum jam kuliah dimulai, kami berkumpul dan berbagi macam-macam cerita.

Termasuk teman sudah berkeluarga, merasa kesulitan mengatur keuangan. Sebagai seorang ayah muda, si teman ini butuh biaya khusus membeli popok dan susu. Meski sang istri juga kerja, rupanya double income rumah tangga muda belum mencukupi kebutuhan.

'bagaimana kirim uang buat emak, buat keluarga sendiri saja kurang,' celetuk teman berumur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun