Upaya Ibu membantu keuangan dengan berjualan, tidak sepenuhnya mendongkrak penghasilan. Terutama untuk kebutuhan sekolah, ibu terpaksa berhutang ke tetangga kanan kiri. Kerepotan dialami orang tua saya saksikan sendiri, bagaimana susah payah mencukupkan keuangan yang ada
Satu sore kelabu, di sudut dapur ibu berkesah sembari lirih berdoa. Tanpa sepengetahuannya, bungsu baru pulang dari bermain lewat di belakangnya. Sebuah pengharapan dibisikkan, agar anak-anaknya tidak mencontoh kebiasaan berhutang seperti dirinya.
Selepas lulus sekolah menengah atas, anak ragil bekerja agar tidak membebani orang tua. Sebagai tenaga kasar dengan upah kecil, belajar bertahan hidup sebulan dengan penghasilan yang diterima.
Berkaca dari pengalaman pahit orang tua, bertekad tidak mengulangi kebiasaan berhutang.Â
"Yup, Saya tidak ingin berhutang," bisik batin ini membulat
Menabung adalah Solusi
Mencukupkan upah tak seberapa, untuk kebutuhan hidup selama sebulan bukan perkara mudah. Segala cara saya tempuh, agar beberapa lembar uang di dompet habis pada tanggal gajian di akhir bulan.
Mula mula saya pasang strategi, gaji diterima langsung dibagi tiga puluh hari. Angka didapat dari hasil pembagian, dijadikan patokan besaran pengeluaran harian. Mau tidak mau, suka tidak suka, pengeluaran sehari tidak boleh melebihi jatah ditetapkan.
Otak ini terus berputar, terus mencari cara untuk berhemat. Membeli satu kardus mie instant, stock khusus untuk makan malam setiap hari. Untuk sarapan dengan menu seadanya, pun makan siang dibanyakin nasi putih agar awet kenyang.
Beberapa bulan berjalan menemukan ide, rutin puasa sunah setiap hari senin dan kamis. Pada setiap kamis malam datang ke acara pengajian, diadakan seminggu sekali di masjid dekat kost.
Lumayan, akhirnya bisa menghemat pengeluaran. Untuk dana makan dan minum aman, karena setiap kamis sore bisa berbuka di masjid. Sisa jatah harian disimpan, genap sebulan bisa menyisihkan selembar dua lembar sebagai tabungan.