Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memberi Hukuman Pada Anak Tidak Akan Memberi Dampak Positif

10 Juli 2017   05:21 Diperbarui: 10 Juli 2017   17:55 1783
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menangis - dokumentasi pribadi

Kehadiran anak dalam sebuah rumah tangga, tentu sangat diharapkan bagi pasangan suami istri yang baru menikah. Anak bisa menjadi perekat hubungan ayah dan ibunya, sebagai sumber kebahagiaan yang tak ternilai.

Orang tua dengan anak usia balita, memiliki tantangan sekaligus pembelajaran yang tak kalah seru. Pada satu saat tingkah anak begitu mengemaskan, sinar wajah yang jernih dan celotehnya menumbuhkan perasaan sayang.

Namun pada saat berikutnya, anak bisa menjadi ujian kesabaran bagi dua orang tuanya. Anda para orang tua mungkin pernah mengalami, ketika berada di kerumunan massa anak bersikeras dengan kemauan sendiri.

Misalnya saat sholat jumat tengah berlangsung, tiba-tiba anak berbisik hendak pipis. Atau di tengah acara pesta pernikahan, tiba-tiba anak nangis kejer pengin ajak pulang.

Menghadapi situasi tidak ideal seperti ini, kerapkali orang tua kelihatan sikap aslinya. Bisa jadi marah atau berusaha mengelolanya, namun moment seperti ini adalah moment pembelajaran bagi orang tua.

Ada lho orang tua justru membentak, kalimat "diam gak" biasanya diucapkan dengan nada geregetan. Kalau sang anak masih tidak mau diam, biasanya orang tua mengambil jurus kedua (ditambah ancaman) "kalau gak diam gak beli jajan, atau pergi ke mall atau play ground" dan lain sebagainya.

Kalau sudah ada "ancaman" tidak beli atau tidak pergi, si anak akan berusaha meredam tangisnya demi "iming iming" ayah atau ibunya.

Psikolog dan dosen, Dr. Rose Mini M.Psi,  yang akrab disapa Bunda Mini, memberi pencerahan dalam sebuah talkshow," Strategi iming-iming sebenarnya tidak efektif, efeknya suatu saat hal sama akan terulang di kemudian hari. Anak akan menghapal kebiasaan ayah atau ibunya kalau dia menangis, sehingga menjadikan sarana menangis sebagai cara mendapat "sesuatu".

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Terus sebaiknya bagaimana ?

"Sebaiknya kalau anak rewel biarkan saja, atau kalau sedang ditempat umum segera ajak menyingkir ke tempat lebih sepi agar tidak menjadi tontonan" tambah Bunda Mini.

Sikap membiarkan anak menangis, akan mengajarinya bahwa tangisannya tak memberi dampak apapun. Setelah tangisannya berhenti, baru anak diajak bicara perihal sikap yang membuat suasana tidak nyaman.

Sebagian orang tua yang tak sabaran, bisa saja langsung mengambil jurus andalan yaitu marah. Kemarahan bisa berupa membentak atau hukuman fisik entah cubitan, dijewer atau perlakuan sedikit kasar misalnya didorong.

"Tidak ada dampak postif dari sebuah hukuman untuk alasan apapun" Tegas Bunda Mini

Hukuman biasanya berasal dari satu pihak (yaitu orang tua), maka sudut pandangnya juga satu arah.

Orang tua sebagai pihak penghukum, kemudian anak sebagai obyek atau menjadi terhukum. Sebuah hukuman membekas di benak, sulit dilupakan anak seumur hidup.

-Pada point ini saya sangat sepakat, saya masih ingat kemarahan ayah waktu saya masih di bangku sekolah dasar-

Sebaiknya bagimana sikap orang tua?

Buat kesepakatan berdua dengan anak, tentang apa yang boleh dan tidak boleh sebelum pergi atau datang ke sebuah acara. Jangan lupa sertakan konsekwensi, apabila terjadi pelanggaran kesepakatan -- konsekwensi untuk dua pihak yang bersepakat.

Konsekwensi adalah akibat yang terjadi, apabila sebuah kesepakatan dari dua belah pihak terlanggar. Pada konsekwensi terdapat komunikasi diawal, sehingga masing masing dengan kesadaran penuh menjalankan kesepakatan.

-0o0-

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Seorang anak  yang terhukum, akan berusaha tidak mengulangi kesalahan pada lain waktu. Namun memiliki latar belakang trauma, atau takut mendapat perlakuan tak enak (hukuman) dari orang tuanya.

Sementara bagi anak yang terkena konsekwensi, berusaha tidak mengulangi kesalahan atas  kesadarannya sendiri. Logikanya akan berjalan, bahwa ada konsekwensi atas setiap sikap yang diambil.

Anak yang dibesarkan dengan hukuman, biasanya akan melampiaskan perasaan kepada orang lain. Bisa saja kepada teman atau adik sendiri kurang ramah, berakibat kurang bisa diterima di lingkungan pergaulan sebayanya.

Anak yang biasa diajak berdialog perihal konsekwensi, akan dipengaruhi sikap bertanggung jawab terhadap perbuatannya. Mau membuka diri dan siap menerima perbedaan pendapat,  mau berpikir lebih jauh kedepan.

Sekolah menjadi orang tua tak pernah usai, ilmu pengasuhan bagi ayah dan ibu bisa didapatkan di mana saja. Melalui kejadian di sekililing kita, bahkan melalui kejadian yang dialami sendiri. Apabila para orang tua terus belajar, niscaya akan melahirkan generasi yang lebih berkualitas. --salam-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun