Kalau dihitung, rumah yang hendak dikunjungi ada sekitar dua puluh musti dihampiri pada lebaran setiap tahunnya. Untuk alasan masih ada hubungan kekerabatan, selain itu tetangga dekat dengan usia lebih tua.
"Sebentar tunggu dulu, anak-anak ke sini semua."
Kalimat tuan rumah sontak menahan langkah anak-anak, tangan berkerut itu dengan cekatan mengambil dompet. Selembar demi selembar uang dibagikan, kepada tangan-tangan mungil yang mendekat.
Kebahagiaan berlebaran ternyata bisa ditularkan, ibu yang berusia 70 tahun senang dapat uang dari anak-anaknya. Kemudian anak-anak tetangga tak kalah bahagia, mendapat sangu dari tuan rumah yang dikunjungi.
Keseruan lebaran masih belum selesai lho. Sesampai di rumah anak anak menghitung hasil "tabungan". Nah orang tua tidak boleh egois donk, uang lebaran hak milik anak jangan diminta dengan alasan apapun, hehehe.
-0o0-
Suasana lebaran masih begitu kentalnya, suasana jalanan begitu sepi dari lalu lalang kendaraan. Saya yang balik ke kota perantauan lebih awal, mendapati lalu lintas ibu kota sangat lengang tak ada kemacetan.
Mal dan atau pusat perbelanjaan belum terlalu ramai pengunjung, gerai pakaian, restoran cepat saji, toko kue dan snack, counter pulsa dan barang eletronik masih jarang pengunjung. Hanya terlihat petugas sibuk berbenah, sepertinya baru buka setelah libur lebaran.
Siang itu sulung mengidamkan satu barang, mengajak serta Si Ayah berbelanja yang sudah menjadi incaran. Selembar dua lembar uang lebaran dikumpulkan, rela menahan diri untuk sekadar jajan makanan kesukaan apalagi mainan.
"Yah, Kakak mau beli sepatu" ujarnya sambil menghitung lembaran uang "Kalau kurang, nanti ayah tambahi ya."