Hampa berlayar akankah berlabuh
Hanya diam, menjawab kerisauan
Reffrain lagu “Pasangan Jiwa” milik Katon, membuat dua bola mata hangat dan mengembun. Menyadari usia yang terus merambat, sebentar lagi menjelang genap tiga dasawarsa.
Doa panjang tak henti dilantunkan, meyakini belahan jiwa tiba datang pada saat yang tepat. "Keyakinan" saya hunjamkan, dalam doa selalu diulang- ulang. Seolah ingin meyakinkan diri, kepada Sang Pemilik Kehidupan. Bahwa niat menikah telah kuat, semata ingin mendekat pada- NYA.
Jelang pergantian tahun semakin kecut, beban batin bertambah berat. Pertanyaan datang tak hanya dari ibu, kakak nomor dua tak kalah sengit. Terkesan menjatuhkan mental adiknya, seolah tertawa di atas penderitaan orang lain. Kerap saya dibuat tak berkutik, dengan candaan yang menyinggung.
Perihal status jomblo, bukan lagi rahasia di tempat kerja. Ejekan teman kantor, sebatas masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Tak pernah sedikitpun tersinggung, dengan lontaran konyol teman kantor.
Beruntung ada satu teman kantor, ternyata menjadi pembuka tabir jodoh. Dari kawan baik inilah, saya bersua dengan calon istri kala itu.
Seperti dejavu, perasaan yang sama seperti saat naksir adik tingkat di kampus. Perkenalan dicomblangi, terlaksana dengan lancar tanpa kendala berarti. Seminggu mengirim pesan, mohon diijinkan bertemu orang tua. Sepekan berikutnya mengutarakan lamaran, lampu hijau diberikan calon mertua kala itu.
Setiap manusia, masing masing memiliki penantian berbeda. Sepanjang apapun kepedihan, tetap memiliki jatah masanya sendiri. Mempertahakan pengharapan dengan terus berikhtiar, menjadi pilihan terbaik diantara terbaik. Kita manusia sebatas mempersiapkan diri, agar pantas menerima anugerah-NYA –salam-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H