Istri punya teman karib, usianya beberapa tahun di atas saya. Mereka dua perempuan, kalau berbincang betah berlama-lama. Saya cukup memaklumi, namanya juga sedang ngobrol dan ketemu sahabat. Selama tidak lupa waktu dan pekerjaan rumah, sengaja saya tidak menegur istri.
Saya yakin, istri pasti senang dikunjungi sahabatnya. Selain sebagai hiburan, sekalian membantu teman meringankan beban perasaan. Kadang kita sendiri juga butuh orang lain, untuk sekedar menjadi pendengar curhatan.
Dari cerita istri saya ketahui, kalau teman perempuan ini belum menikah. Segala upaya tengah dilakukan, namun belahan jiwa belum juga menghampiri. Waktu terus berjalan, sampai usia merambat empat puluh belum juga bertemu jodoh. Kegigihan itu tetaplah nampak, tergambar dari cerita ulang istri kepada saya.
Sebagai manusia biasa, apalah daya kita meski terhadap diri sendiri. Kita sama sekali tidak punya kuasa, mengetahui peristiwa apa yang hendak kita hadapi. Pengetahuan manusia sangatlah terbatas, bahkan pada peristiwa yang akan terjadi semenit dua menit ke depan.
Dari keterbatasan pengetahuan inilah, sebaiknya kita tidak sembrono mengambil sikap. Tak gampang mencela dan meremehkan, keadaan yang terjadi pada orang lain terlebih teman yang dikenal. Istilah roda kehidupan terus berputar, benar adanya hukum alam berlangsung demikian.
Bisa saja hari ini kita sedang berjaya, bukan mustahil hari esok atau lusa berganti kisah. Atau hari ini ada orang lain sedang kesusahan, esok atau lusa senyum akan mengembang di wajah mereka.
Maka apabila teman sedang butuh bantuan, kalau sanggup tak ada salah membantu. Kalaupun tidak bisa meringankan beban, minimal jaga lisan jangan menyakiti perasaan. Karena bisa saja suatu saat, giliran kita sendiri justru yang membutuhkan bantuan.
-o0o-
Minggu pagi sebuah kabar terdengar, sahabat perempuan istri hendak menikah. Rupanya seorang duda melamar, setelah dua tahun istri pertama meninggal. Sang duda adalah bapak dengan tiga anak dewasa, bahkan sudah menjadi kakek untuk dua cucu.
Ada “drama” terjadi, dibalik kabar pernikahan yang terkirim ke chat istri. Peristiwa yang harusnya menggembirakan, mendapat perlawanan anak-anak mempelai laki laki. Entah apa alasannya, saya tidak terlalu menyimak dan tidak ingin tahu lebih jauh.
Nyatanya pernikahan akhirnya berlangsung, hanya keluarga dekat yang diundang sebagai saksi. Pernikahan sekadarnya, paling utama adalah moment ijab kabul. Agar berdua hubungan suami istri syah, baik dari sisi agama atau hukum negara.
Setelah prosesi ijab kabul, pasangan penganten baru tinggal di rumah kontrakkan. Mereka sengaja tinggal terpisah, demi menghindari konflik antara anak dan ibu tiri. Kini pernikahan hampir satu tahun berjalan, keluarga baru itu terlihat adem ayem.
Beberapa foto kegembiraan diupload di medsos, melalui akun pengantin baru yang ditunjukkan istri pada saya. Hingga belakangan terdengar kabar menyenangkan, anak-anak mulai menerima kehadiran ibu baru.
Meski belum pindah dari kontrakkan, sesekali suami istri menginap di rumah lama si bapak. Kalau sedang memasak, anak tiri mengirim makanan pada keluarga baru si ayah. Pun dua cucu diperbolehkan ketemu kakek, melepas rindu sembari bermain-main.
Istri masih menjadi tumpuan cerita, apabila sahabat perempuan ini butuh teman berbagi. Dari perjalanan yang dialami, kamipun belajar arti berjuang tak henti berharap.
Satu pelajaran saya petik dari kisah ini, apapun kondisi dialami janganlah berhenti berharap. Sebuah harapan ibarat lentera, yang akan menghidupkan dan memantik semangat. Betapa kering kehidupan dihadapi, kalau sampai kita tidak mengenggam harapan.
Teman perempuan sahabat istri, adalah contoh orang yang tak henti berharap. Faktor usia tidak menjadi penghalang, keniscayaan belahan jiwa datang menghampiri. Nasib seseorang, tetap ada campur tangan orang yang bersangkutan.
Bahwa apa yang ada di pikiran, sebagai sumber yang menggerakan energi dan pengharapan. Harapanlah yang merangsang usaha maksimal, agar hidup terus bergulir menuju apa yang diinginkan.
Tak perlu berkecil hati bagi yang belum bersua jodoh. Asal tak henti berharap dan terus berusaha, biarlah takdir menuntun langkah pada tambatan hati.-salam-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H