Setelah prosesi ijab kabul, pasangan penganten baru tinggal di rumah kontrakkan. Mereka sengaja tinggal terpisah, demi menghindari konflik antara anak dan ibu tiri. Kini pernikahan hampir satu tahun berjalan, keluarga baru itu terlihat adem ayem.
Beberapa foto kegembiraan diupload di medsos, melalui akun pengantin baru yang ditunjukkan istri pada saya. Hingga belakangan terdengar kabar menyenangkan, anak-anak mulai menerima kehadiran ibu baru.
Meski belum pindah dari kontrakkan, sesekali suami istri menginap di rumah lama si bapak. Kalau sedang memasak, anak tiri mengirim makanan pada keluarga baru si ayah. Pun dua cucu diperbolehkan ketemu kakek, melepas rindu sembari bermain-main.
Istri masih menjadi tumpuan cerita, apabila sahabat perempuan ini butuh teman berbagi. Dari perjalanan yang dialami, kamipun belajar arti berjuang tak henti berharap.
Satu pelajaran saya petik dari kisah ini, apapun kondisi dialami janganlah berhenti berharap. Sebuah harapan ibarat lentera, yang akan menghidupkan dan memantik semangat. Betapa kering kehidupan dihadapi, kalau sampai kita tidak mengenggam harapan.
Teman perempuan sahabat istri, adalah contoh orang yang tak henti berharap. Faktor usia tidak menjadi penghalang, keniscayaan belahan jiwa datang menghampiri. Nasib seseorang, tetap ada campur tangan orang yang bersangkutan.
Bahwa apa yang ada di pikiran, sebagai sumber yang menggerakan energi dan pengharapan. Harapanlah yang merangsang usaha maksimal, agar hidup terus bergulir menuju apa yang diinginkan.
Tak perlu berkecil hati bagi yang belum bersua jodoh. Asal tak henti berharap dan terus berusaha, biarlah takdir menuntun langkah pada tambatan hati.-salam-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H