Karena intensitas pertemuan yang sering, akhirnya perempuan ini semakin akrab dengan istri. Sampai terdengar cerita, pada usia yang lewat tiga puluh belum menikah. Kalau loket sedang sepi dan saya sedang ngantor, petugas loket main sekaligus menemani istri di rumah.
Pada bulan ketiga pernikahan istri hamil, tentu menghadirkan rasa syukur dan bahagia. Apa lagi musabab kebahagiaan pasangan suami istri baru, kecuali hadirnya buah hati penguat pernikahan.
Sampai pada tahap ini saya merasa, mampu menjawab "tantangan" kawan karib saat di pelaminan. Sementara sang penantang terdiam, tanda kehadiran janin belum ada di rahim sang istri. Saya dan istri tak serta merta menjatuhkan mental sahabat, selalu mensupport teus semangat berusaha dan berdoa.
Semantara kehadiran teman baru di rumah kontrakkan, sangat membantu istri untuk mengusir sepi. Begitulah rutinitas dijalani, sampai istri memutuskan membuka usaha kecil-kecilan.
Keluarga kecil kami benar-benat menerapkan sikap hemat, menahan habis-habisan keinginan membeli barang tak terlalu penting. Pada tahun ke empat pernikahan, alhamdulillah bisa membeli rumah. Sebuah rumah lama, nenek sang pemilik pengin menghabiskan masa tua di rumah anaknya.
Kebetulan rumah baru (tapi rumah lama), berjarak sekitar satu - dua Kilometer dari kontrakkan. Pertemanan istri dengan penjaga loket terjaga, seperti komunikasi dengan suami istri karib kami yang belum dianugerahi buah hati.
Perjalanan Medio 2016
"Ayah, ingat teman bunda yang jaga loket?"
"Iya ingat, kenapa"
"Bunda dapat undangan, dia akan menikah"
"Alhamdulillah" ucap syukur kami ucapkan bersama