Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sudah Smestinya Mendewasa Pasca Menikah

19 Desember 2016   06:22 Diperbarui: 19 Desember 2016   09:55 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada yang bilang, setelah masa bulan madu terlampaui semua sifat tersembunyi akan terbuka. Karakter asli pasangan mulai mengemuka, tak bisa lagi ditutup- tutupi atau tak ada lagi istilah jaim.

Bagaimana mau jaim, waktu duapuluh empat jam sehari lebih banyak dilewati bersama. Bagaimana rupa dari bangun tidur sampai mau tidur lagi, yang kerap dilihat adalah wajah pasangan.

Sebagian besar teman berbagi kisah, tahun pertama atau kedua pernikahan menjadi masa beradaptasi. Tak jarang suami/istri dibuat terkaget-kaget dengan keadaan, namun tak ada pilihan kecuali berusaha memberi toleransi dan belajar memaklumi. Perlu perjuangan untuk saling memahami, sehingga langkah kedua belah pihak bisa seiring sejalan.

Naik turun perjalanan mulai terasa, sedih senang kebersamaan mulai menyapa. Masa ketidakenakkan sejatinya sangat dibutuhkan, karena masa ini justru akan merekatkan. Masa ketidakenakan menjadi peluang, untuk saling bersinergi dan saling mengokohkan. Kalau secara mental sudah dipersiapkan, biasanya tumbuh rasa saling membutuhkan.

Saya jadi ingin beranalogi perihal awal menikah, seperti proses menempelkan lem pada sol sepatu. Mula-mula bagian bawah sepatu dan sol, masing-masing harus diolesi lem lebih dulu. Setelah lem dioles rata pada permukaan dua bagian, dibiarkan dulu terkena udara agar setengah mengering. Butuh beberapa waktu yang dirasa cukup, sehingga dua bagian sepatu siap ditempel dan diketok-ketok. Barulah menjadi sepatu siap pakai, tentu dengan tingkat kelengketan yang mumpuni.

Proses mengoles lem ibarat mempersiapkan diri, sebelum merelakan diri untuk dibersatukan. Masing-masing bagian tak boleh mengedepankan maunya sendiri, terserah bagian mana yang diolesi dan diketok palu oleh si tukang sepatu.

Setiap pasangan siap menerima dengan lapang hati, ketidaksempurnaan yang dimiliki pasangannya. Masing- masing pihak menyediakan diri, saling melengkapi kekurangan belahan hati.

Menikah dan Mendewasa

Proses penekanan ego yang luar biasa, lazimnya terjadi hanya pada sebuah pernikahan. Tak ada proses paripurna dalam memberantas ego, selain dengan pernikahan.

Sikap dewasa bisa diidentifikasi, pada sejauh mana kemampuan diri dalam mengontrol ego. Semakin sering menuntut kemauannya harus selalu dituruti, (menurut saya) tandanya semakin perlu berlatih keras mengontrol ego.

Pada pernikahan terdapat ikatan suci dan sakral, menuntut diri dengan sepenuh hati menjalani. Pada prosesi pernikahan melibatkan banyak pihak, sebagai saksi berpadunya dua pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun