Ukuran kesiapan seseorang dalam menikah, tentu tak bisa dipandang dari hal yang kasat mata. Misalnya dari kepemilikan harta bendawi, apalagi diukur dari jatah usia yang telah dilewati. Kesiapan itu bisa diukur, (menurut saya ya) dari kesiapan menerima ketentuan-NYA setelah maksimal berusaha.
Akankah jodoh yang Allah datangkan cepat, atau mungkin masih dalam waktu lama. Apakah jodoh yang menghampiri sesuai kriteria, atau bisa jadi ternyata sedikit meleset dari harapan  terpendam. Bahkan bisa jadi, mungkin Allah belum memberi jodoh di dunia ini-- untuk point terakhir, jangan melemahkan usaha sampai batas kemampuan.
Yang lebih utama terus evaluasi diri, dengan tekun mencari musabab jodoh belum bersua. Membenahi niat terkait menikah, sudah lurus untuk mencari keridhoan Allah atau ada terbersit tujuan lain.
Nah kalau sudah semua diserahkan pada-NYA, smoga tak ada gundah untuk pertanyaan kapan menikah. Kata "telat" menikah, sebatas ukuran pemikiran yang sangat terbatas pemahaman.
Padahal kalau memang jodoh datang, saat memasuki usia empat puluh tahun. Kalau ternyata, pasangan yang datang usianya terpaut cukup jauh. Terus mau apa? Mau bagaimana?
Jangan remehkan orang belum menikah, kalau sudah bertemu dengan jodoh dan mereka bahagia---Kelar Hidup Lo #Eh (yang kalimat terakhir becanda yak).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H